Tag: hafied cangara
PENTINGNYA MEMPELAJARI KOMUNIKASI KELUARGA
Selama ini, studi komunikasi keluarga lebih banyak dikaji pada lembaga-lembaga pendidikan komunikasi yang berbasis keagamaan, apakah itu agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Buddha. Kalaupun tidak dalam bentuk matakuliah, minimal berupa aktivitas riset untuk keperluan penulisan skripsi atau tesis. Pertimbangannya, pembinaan keluarga dipandang memiliki nuasa keagamaan sebagai basis pembentukan karakter setiap individu, termasuk dalam membina keluarga yang sakinah (ialah keluarga yang di dalamnya terdapat kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman yang dirasakan oleh setiap anggota keluarga), warahma (ialah keluarga yang dijalin atas saling pengertian dan saling memahami satu sama lainnya yang disertai dengan penuh harapan), dan mawaddah (ialah keluarga yang dilandasi atas rasa cinta dan kasih sayang).
Di dalam buku Family Communication: Cohesion and Change yang ditulis oleh Kathleen M. Galvin, dkk (2015) disebutkan bahwa secara historis, pada awalnya studi tentang interaksi keluarga lebih banyak mendapat perhatian ilmiah dari kalangan terapis keluarga, psikolog akademik, dan sosiolog yang mempelajari masalah keluarga di tingkat makro. Hanya sejumlah kecil sarjana komunikasi yang melakukan penelitian di bidang keluarga. Alasannya para sarjana komunikasi lebih banyak tertarik pada studi komunikasi massa seperti jurnalistik dan penyiaran radio dan televisi yang booming selama tiga dekade mulai 1970 hingga 2000.
Saat ini, beberapa perguruan tinggi komunikasi sudah mulai menawarkan matakuliah Komunikasi Keluarga, baik di tingkat sarjana maupun pascasarjana. Bidang ini telah berkembang dari dari 1930-an ketika masalah-masalah perkawinan mulai mendominasi agenda penelitian di lembaga-lembaga pendidikan ilmu sosial dan keagamaan, hingga saat ini ketika para peneliti dan akademisi membahas interaksi manusia dalam berbagai bentuk, termasuk interaksi suami-istri dalam rumah tangga. Hal ini diperkuat dengan hadirnya jurnal penelitian yang dikhususkan untuk komunikasi keluarga. Sekarang, ada kecederungan mahasiswa yang mengikuti matakuliah komunikasi keluarga dan para sarjana yang meneliti tentang hal ini menunjukkan tren semakin tinggi, termasuk para terapis keluarga, psikolog akademik, dan sosiolog dengan memakai pendekatan dan teori-teori yang dikembangkan dalam bidang komunikasi keluarga.
Studi Komunikasi Keluarga sebagai kajian ilmiah perlu diajarkan dan dipelajari bukan saja dalam arti kebutuhan seseorang untuk membangun keluarga yang bahagia dan harmonis, tetapi juga perkembangan dalam lima tahun terakhir di mana angka-angka perceraian antara suami dan istri makin meningkat di hampir semua negara. Suatu perubahan yang sangat signifikan makin goyangnya kehidupan keluarga akibat keretakan rumah tangga, bukan saja dalam bentuk gangguan kejiwaan dari pelaku perceraian, tetapi juga goncangan kejiwaan anak-anak mereka akibat putusnya hubungan kedua orang tuanya, serta terganggunya pengembangan karier masing-masing pelaku perceraian.
Karena itu studi komunikasi yang selalu menekankan perlunya saling pengertian, keterbukaan, rasa empatik dan simpati menjadi perlu dipelajari untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan bahagia. Premis dasar proses komunikasi ialah menciptakan saling pengertian dalam keluarga. Penulis percaya bahwa setiap keluarga akan berada dalam posisi terbaik untuk membuat pilihan mereka sendiri tentang komunikasi dalam keluarga. Namun pembelajaran tentang teori-teori maupun petunjuk-petunjuk praktis komunikasi yang dibangun berdasarkan pengalaman dan pembacaan, dapat menjadi rujukan para keluarga yang bermasalah untuk mendapatkan solusi.
Ada beberapa landasan pemikiran, mengapa masalah keluarga bisa dikaji dari perspektif komunikasi, antara lain:
1. Tidak ada keluarga yang “sempurna”, karena keluarga ter ben tuk dari suatu upaya untuk menciptakan identitasnya sendiri dari masa indah ke masa penuh tantangan yang bisa mengancam keretakan rumah tangga.
2. Komunikasi berfungsi untuk membangun sekaligus mem bentuk cerminan jati diri sebuah keluarga.
3. Komunikasi berfungsi sebagai proses di mana setiap anggota keluarga bisa menciptakan dan berbagi informasi yang punya makna satu sama lain.
4. Keluarga memiliki fungsi sosialisasi dari suatu generasi ke generasi berikutnya mengenai nilai dan keyakinan mendasar tentang kehidupan yang signifikan, misalnya cinta, kesehatan, gender, agama, norma, tetangga, dan lingkungan komunitas.
5. Saat ini, komposisi keluarga tidak lagi berasal dari keluarga sendiri, melainkan bisa saja datang dari berbagai etnis dan bangsa akibat mobilitas manusia yang makin tinggi, baik yang difasilitasi oleh sarana transportasi maupun melalui sarana teknologi komunikasi dan informasi.
6. Setiap anggota keluarga perlu belajar memahami latar belakang ka-rakter, budaya, nilai dan kebiasaan sesama ke luarga maupun dengan orang lain. Sebab tidak mu dah memahami sesuatu yang berbeda, namun untuk menye suaikan hal itu bisa karena biasa.
7. Dalam memlihara komunikasi yang baik antar-sesama ke luarga, diperlukan kemampuan untuk mengembangkan ka pasitas (capacity building) agar bisa beradaptasi, menciptakan jaringan, dan mengelola konflik. Dengan cara seperti itu, pada akhirnya setiap anggota keluarga akan mengenal dirinya sebelum mengenal orang lain.
8. Kita perlu memahami komunikasi keluarga sebagai sistem dengan mempelajari konsep-konsep kunci komunikasi, termasuk faktor-faktor yang memengaruhi daya tahan suatu keluarga. Komunikasi memang bukan segalanya, namun tanpa komunikasi maka akan sulit diciptakan keharmonisan dalam keluarga.
Buku ini terdiri atas sepuluh bab, diawali Bab Pertama Pendahuluan yang berisi pentingnya komunikasi keluarga dipelajari oleh setiap orang. Bab kedua membahas tentang pengertian konsep-konsep komunikasi keluarga serta teori-teori komunikasi keluarga yang yang mendukungnya. Bab ketiga berisi hakikat dan manfaat perkawinan, serta perkawinan ditinjau dari perspektif setiap agama. Bab keempat menguraikan tentang keluarga dalam perspektif kajian ilmu pengetahuan, Bab kelima membahas teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet dan media sosial sebagai peradaban baru dalam hubungan antarmanusia dalam era kekinian, serta peralatan-peralatan yang bisa digunakan untuk melacak dan merekam keberadaan pasangan sebagai upaya mengurangi perselingkungan dan perceraian keluarga.
Bab keenam membahas tentang keluarga yang harmonis, kemudian disusul keluarga yang tidak harmonis dipaparkan dalam Bab ketujuh. Selanjutnya uraian yang membahas tentang ketahanan keluarga yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam menghadapi konflik dan ketidakmampuan menemukan solusi, dituangkan dalam Bab delapan. Buku ini menawarkan solusi penggunaan komunikasi yang terbuka dan sambung rasa dalam menciptakan keluarga yang harmonis sebagaimana diuraikan dalam Bab sembilan, dan terakhir Bab sepuluh memberikan informasi profesi mana yang layak dilakoni oleh para penggiat atau para sarjana yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang komunikasi keluarga.