Sejarah Piagam Jakarta Menjadi Pancasila

Juli 25, 2021

SEJARAH “PIAGAM JAKARTA”

Pada waktu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indo­nesia (BPUPKI) merumuskan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 ada keinginan dari sebagian anggota BPUPKI untuk mewajibkan pemeluk agama Islam di Indonesia menjalankan “syariat/syariah” dengan mencantumkan kata-kata “keTuhanan, dengan mewajibkan mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja”. Namun demi persatuan bangsa Indonesia yang segera akan diproklama­sikan kemerdekaannya, maka terjadilah kompromi di antara para anggota BPUPKI untuk menghapuskan 7 (tujuh) kata tersebut.

Sejarah “Pancasila” sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa dilepaskan dari “Piagam Jakarta”. “Piagam Jakarta” bertujuan un­tuk menjembatani antara golongan agamais dan kelompok nasiona­lis-kebangsaan yang terjadi dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).1

“Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” disahkan pada 22 Juni 1945 dan disusun oleh Panitia Sembilan BPUPKI. Panitia Sembilan beranggotakan Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ah­mad Subardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Mohammad Yamin.2

Awalnya, “Piagam Jakarta” berisi garis-garis besar perlawan­an terhadap imperialisme, kapitalisme, fasisme, serta untuk dapatmenjadi dasar hukum pembentukan Negara Republik Indonesia. Da­lam “Piagam Jakarta” juga tercantum 5 rumusan dasar negara yang sebelum dinamakan “Pancasila” berbeda susunannya.3

ISI “PIAGAM JAKARTA”

“Piagam Jakarta” tidak lain adalah “Pembukaan UUD 1945”. “Pi­agam Jakarta” berisi empat alinea yang kemudian menjadi “Pem­bukaan UUD 1945”, termasuk 5 poin yang salah satunya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kemudian diubah dalam Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berikut ini isi “Piagam Jakarta”:4

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perdjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rak­jat Indonesia kedepan pintu-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan-luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka Rak­jat Indonesia dengan ini menjatahkan kemerdekaannja.

Kemudian daripada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indone­sia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasar­kan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusun­lah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhan­an, dengan mewajibkan mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-peme­luknja; menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan In­donesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-1945

Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis

Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. A. Salim

Mr. Achmad Subardjo, Wachid Hasjim, Mr. Mohammad Yamin

PERUBAHAN TERHADAP ISI SEMULA “PIAGAM JAKARTA”

Isi “Piagam Jakarta” yang telah dikemukakan di atas yang ke­mudian telah menjadi “Pembukaan UUD 1945” bunyinya semula ti­dak seperti bunyi “Pembukaan UUD 1945”. Ada bagian dari “Piagam Jakarta” yang semula disusun telah dihapuskan sehingga kemudian bunyinya adalah sebagaimana “Pembukaan UUD 1945”. Riwayat per­ubahan tersebut adalah sebagaimana diterangkan di bawah ini.

Setelah “Piagam Jakarta” yang disahkan pada 22 Juni 1945, Mo­hammad Hatta mengungkapkan bahwa pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, ia menerima kedatangan seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Dikemukakan oleh Mohammad Hatta:

“Opsir itu, yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan sungguh, bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang (tinggal di wilayah yang) dikuasai Kaigun, berkebe­ratan sangat terhadap bagian kalimat dalam pembukaan Undang-undang dasar, yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban men­jalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” (Mohammad Hatta: Memoir, 1979).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-peme­luknya” yang menjadi salah satu isi “Piagam Jakarta” kemudian menimbulkan perdebatan.5  

Menurut Hatta, Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki ke­ragaman budaya dan agama beserta para pemeluknya. Maka itu, seluruh umat beragama di Indonesia sebaiknya merasa terwakili dalam rumusan dasar negara. Kata Hatta:6

“Tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar berarti mengadakan diskri­minasi terhadap mereka (yang) golongan minoritas.”

Sukarno dan Hatta kemudian mengundang Kasman Singodi­medjo untuk menghadiri sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tokoh Islam dari Muhammadiyah tersebut diun­dang untuk membicarakan isi “Piagam Jakarta” bersama beberapa tokoh lain pada 18 Agustus 1945.7

Perundingan pun dilakukan meskipun berlangsung agak alot. Pada akhirnya disepakati bahwa salah satu isi “Piagam Jakarta” yang berbunyi “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa), yang kemudian ditetapkan sebagai sila pertama Pancasi­la yang menjadi dasar negara sekaligus falsafah hidup bangsa In­donesia.8

Footnote

1 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR.

2 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR

3 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR.

4 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR

5 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR

6 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR.

7 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR.

8 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR.

RSS
Follow by Email
WhatsApp