SEJARAH KELAHIRAN PONDOK PESANTREN DI INDONESIA

Agustus 17, 2022

Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah pondok pesantren. Ia adalah pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik pondok pesantren sebagai bahan kajian. Tidak jarang beberapa tesis dan disertasi menulis tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini.

Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan Dunia Muslim, tidak banyak lembaga-lembaga Pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan di samping karena “modelnya”.1 Sifat keIslaman dan keindonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan, sistem dan manhaj yang terkesan apa adanya, hubungankiai dan Santri serta keadaan fisik yang serba sederhana. Walau di tengah suasana yang demikian, yang menjadi magnet terbesar adalah peran dan kiprahnya bagi masyarakat, negara dan umat manusia yang tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya kontribusi yang pernah dipersembahkan lembaga yang satu ini, baik di masa pra kolonial, kolonial dan pascakolonial, bahkan di masa kini pun peran itu masih tetap dirasakan.

Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan dewasa ini, ada baiknya kita menyimak kembali sistem pendidikan pesantren. Keintegrasian antara ilmu etika dan pengetahuan yang pernah dicanangkan pesantren perlu mendapat perhatian, sehingga paling tidak mengurangi apa yang menjadi trendi di tengah-tengah pelajar dan pemuda kita: Tawuran. Sehingga pada tulisan ini akan penulis jelaskan sedikit bagaimana lahirnya pondok pesantren di Indonesia, karena dianggap perlu untuk kembali mempelajari sejarah yang dapat dijadikan sebagai fondasi dasar dari maksud dibentuknya pesantren oleh pendahulu-pendahulu agama di Indonesia.

Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah merupakan tempat di mana dimensi ekstorik (penghayatan secara lahir) Islam diajarkan,2 dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk dan tersebar di Indonesia, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India. Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal dari kata Arab funduq,3 yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir. “Selain itu pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad jauh sebelum Indonesia merdeka dan sebelum kerajaan Islam berdiri”,4 ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren mengandung makna keIslaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia.

Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah Sanskerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya ke mana pun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; santri, kiai dan asrama. Banyak dari kalangan yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kiainya, atau di sisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitu pula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik, dan keagamaan. Selain itu juga menyebutkan bahwa kata pesantren yang berasal dari akar kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri. Para ahli berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji.

Potret pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam kompleks pesantren di mana kiai bertempat tinggal. Di samping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren kiai, karena kiai memiliki kedudukan yang tak terjangkau, tak dapat sekolah dan masyarakat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam.5 Memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.

Lebih jelas dan sangat terinci sekali Madjid (1997: 19-20) mengupas asal usul perkataan santri, ia berpendapat ”Santri itu berasal dari perkataan ”sastri” sebuah kata dari Sanskerta, yang artinya melek huruf, dikonotasikan dengan kelas literary bagi orang Jawa yang disebabkan karena pengetahuan mereka tentang agama melalui kitab-kitab yang bertuliskan dengan bahasa Arab. Kemudian diasumsikan bahwa santri berarti orang yang tahu tentang agama melalui kitab-kitab berbahasa Arab dan/atau paling tidak santri bisa membaca Al-Qur’an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama. Juga perkataan santri berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti orang yang selalu mengikuti guru ke mana guru pergi menetap (istilah pewayangan) tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai keahlian tertentu.

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang mempelajari ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn) dengan penekanan pada pembentukan moral santri agar bisa mengamalkannya dengan bimbingan kiai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber primer serta masjid sebagai pusat kegiatan. Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan tentang asal usul pesantren, tentang kapan awal berdirinya bagaimana proses berdirinya dan bahkan istilah-istilah yang ada dalam dunia pesantren pun seperti istilah kiai, santri yang menjadi unsurnya masih diperselisihkan.

Mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia menurut Ensiklopedi Islam ada dua versi pendapat. Pertama; Pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Karena pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasarkan bahwa dalam awal penyiaran agama Islam di Indonesia lebih dikenal dengan kegiatan tarekat, yang ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan zikir dan wirid tertentu.

Pemimpin tarekat ini disebut kiai, yang dalam melaksanakan suluk dilakukan selama 40 hari tinggal Bersama kiai di sebuah masjid untuk dibimbing dalam melakukan ibadah-ibadah tertentu. Di samping itu, kiai juga biasanya menyediakan kamar-kamar kecil yang letaknya di kiri kanan masjid untuk tempat penginapan dan memasak. Sehingga dalam kesehariannya juga diajarkan kitab-kitab agama, yang kemudian aktivitas ini dinamakan pengajian. Dalam perkembangannya lembaga pengajian tarekat ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pesantren.

Kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren yang kita kenal sekarang merupakan pengambilalihan sistem pendidikan yang diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Pendapat ini didasarkan dengan adanya fakta bahwa sebelum Islam datang ke Indonesia telah dijumpai lembaga pendidikan yang sama dengan pesantren. Lembaga itu digunakan untuk mengajarkan ajaran agama Hindu dan tempat untuk membina kader-kader penyebar Hindu. Fakta lain, adalah bahwa system pendidikan semacam pesantren ini, tidak kita jumpai di negara-negara Islam, sementara justru lembaga yang hampir sama dengan pesantren, dapat kita jumpai di negara-negara Hindu dan Buddha, seperti India, Thailand, dan Myanmar (Dewan Redaksi, 1993: 100).

Deskripsi tentang perkembangan pesantren tidak bisa terlepas dengan penyebaran dan penyiaran agama Islam di bumi Indonesia ini, sehingga dalam perkembangannya pesantren di Indonesia telah mengalami empat periode, yaitu periode kelahiran dan perkembangan, periode revolusi, periode benteng ideologi, dan periode media pembangunan umat Islam. Periode kelahiran ini dimulai sejak zaman Wali Songo hingga pada masa penjajahan. Periode revolusi antara tahun 1959-1965. Periode benteng ideologi antara tahun 1970-an dan 1980-an. Adapun periode media pembangunan umat Islam dimulai tahun 1990-an hingga sekarang. Dalam bentangan sejarah yang cukup panjang, tentu pesantren telah banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan nasional di Indonesia seperti menjadi inspirasi dalam perumusan sistem Pendidikan nasional, mencetak tokoh intelektual pendidikan dan model Pendidikan karakter (Zarkasy, 1998: 106).

Melacak pertumbuhan pesantren pada masa awalnya di Indonesia, perlu dikemukakan terlebih dahulu sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Berdasarkan beberapa sumber, ada tiga versi yang secara jelas menerangkan sejarah Islam masuk ke Indonesia.

Pertama, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7, di antara bukti-buktinya adalah

1) Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh), sebagian besar adalah catatan perjalanan al-Mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M. terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 M. diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera;

2) Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954) menjelasakn bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. yang dilakukan oleh para pedagang Muslim yang selalu singgah di Sumatera dalam perjalanannya ke Cina;

3) Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, telah menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M;

4) Sayed Naguib al-Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969) mengungkapkan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M;

5) Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia pernah mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya;

6) S. Muhammmad Huseyn Nainar dalam makalah ceramahnya berjudul, “Islam di India dan Hubungannya dengan Indonesia”menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum Muslimin Indonesia;

7) WP. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese Sources, menjelaskan bahwa Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Arab Muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674), (Ta Shih = Arab Muslim);

8) T.W. Arnold dalam bukunya, The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M.).

Kedua, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-11 M. Satu-satunya sumber ini adalah makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya yang ditemukan di daerah Leran Manyar, Gresik. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun 1082 M.

Ketiga, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, di antara bukti-buktinya adalah

  1. Catatan perjalanan Marcopolo menyatakan ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di Aceh, pada tahun 1292 M.;
  2. K.F.H. Van Langen, berdasarkan berita Cina telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di Aceh pada 1298 M.;
  3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit Hindoesten menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M.;
  4. Beberapa sarjana Barat seperti R.A Kern, C. Snouck Hurgronje, dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, hal ini berdasarkan sudah adanya beberapa kerajaan Islam di kawasan Indonesia.6

Berdasarkan sumber-sumber di atas dapat dinyatakan bahwa argumentasi dan bukti yang cukup kuat mengenai masuknya Islam ke Indonesia adalah pada Abad ke-7 Masehi. Jika pada abad ke-7 tersebut Islam benar-benar mulai masuk ke Indonesia, maka disinyalir pada masa itu, peradaban Islam di Timur Tengah sedang mencapai kemajuan yang cerah. Sebab, sekitar abad ke-6-7 Masehi, obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban Islam, misalnya, dalam lapangan kedokteran, muncul buku-buku terkenal seperti: Al-Hawi karya al-Razi (850-923 M.) yang merupakan sebuah Ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya.7 Meskipun Timur Tengah sedang mengalami kemajuan dan banyak ilmuwan pada abad tersebut,8 namun yang membawa Islam ke Indonesia justru pedagang nomaden (Orang-orang yang setiap musim pelayaran pergi berdagang sesuai dengan arah mata angin). Ketika pedagang ini datang, kondisi masyarakat Indonesia masih sangat sederhana dan banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Dengan alasan inilah penyebaran Islam awal disesuaikan dengan keadaan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat pada saat Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam. Kebudayaan masyarakat setempat sering dijadikan modal dasar bagi mereka untuk menyisipkan ajaran Islam. Misalnya, Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Islamisasi kebudayaan sebagai strategi penyebaran Islam tersebut tentunya sangat mempermudah penerimaan ajaran yang disampaikan, sehingga Wali Songo berhasil menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di Indonesia. Dalam pada itu di era Wali Songo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya sebagai pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari Pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi. Padepokan Sunan Ampel inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia. Salah seorang santri dari padepokan Sunan Ampel adalah Sunan Giri yang mendirikan pesantren Giri Kedaton. Beliau juga merupakan penasihat dan panglima militer ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit.

Keahlian beliau di bidang fikih menyebabkan beliau diangkat menjadi mufti setanah Jawa. Santri dari Sunan Giri ini adalah Raden Patah yang kemudian menjadi raja pertama di kerajaan Demak, yang merupakan putra terakhir dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yang dibimbing oleh para wali songo. Pada masa Raden Patah pula kerajaan Demak mengirimkan ekspedisi ke Malaka yang dipimpim Adipati Unus untuk merebut selat Malaka dari tangan Belanda. Apabila diteliti mengenai silsilah ilmu para wali songo tersebut, akan ditemukan bahwa kebanyakan silsilahnya sampai pada Sunan Ampel. Misalnya, Sunan Kalijaga, beliau adalah santri dari Sunan Bonang yang merupakan Putra Sunan Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yang banyak menuntut ilmu dari Sunan Kalijaga. Begitulah pesantren pada masa wali songo yang digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu sekaligus untuk menempa para santri agar dapat menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader pendakwah guna disebarkan ke seluruh Nusantara. Hasilnya bisa dilihat, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu, jumlah pengikutnya adalah yang terbanyak di dunia.

1 Azyumarid Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.II, Jakarta:

Logos wacana Ilmu, 2000. hlm. 95.

2 Said Agil Syiraj dkk, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren,

Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm. 85.

3 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif,

1997, hlm. 97.

4 Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spritual Pendidikan, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogya, 2002, hlm.

180.

5 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Cet. V; Jakarta: LP3S, 1985, hlm. 56.

6 Lihat Tanaya Yuka, “Proses Masuknya Islam di Indonesia (Nusantara)”, http://sejarawan.wordpress.

com/2008/01/21/proses-masuknya-Islam-di-indonesianusantara/, diakses pada 28 Oktober 2011.

7 Pembahasan lebih detil tentang sosok, karya, dan pengaruh dari Abu Bakr Muhammad ibn Zakariyya al-Razi bisa dibaca dalam Lenn E. Goodman, “Muhammad ibn Zakariyya al-Razi”, dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm.243-265.

8 Keberadaan masa awal perkembangan pesantren tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Timur Tengah. Hal ini bisa dilihat dari aspek metode, materi atau kelembagaannya yang sangat diwarnai oleh corak pendidikan Islam di Timur Tengah pada Abad Pertengahan.

RSS
Follow by Email
WhatsApp