Realisme Hukum Amerika
Oktober 9, 2021Aliran ini berkembang pada sekitar abad ke-19 hingga abad ke-20 di Amerika Serikat. Ketika itu paham laissez fa ire menjadi kepercayaan yang dominan di sana. Segala kegiatan intelektual dalam bidang apa pun, termasuk filsafat dan ilmu-ilmu sosial, selalu dipengaruhi oleh pandangan formalisme. Pandangan yang formalis ini sesungguhnya menerapkan prinsip-prinsip logika dan matematika dalam kajian filsafat, ekonomi maupun jurisprudence, tanpa mencoba menghubungkannya dengan fakta-fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, kebangkitan dan kemajuan teknologi dan ilmu-ilmu empiris yang mendominasi kehidupan nyata di Amerika Serikat, telah merubah cara kaum intelektual untuk memperlakukan filsafat dan ilmu-ilmu sosial, termasuk logika, sebagai kajian yang empiris, yang tidak berakar pada pendekatan-pendekatan yang abstrak ala formalisme.
Perubahan pandangan tadi, menggiring sebuah gerakan baru di Amerika, yang pada ujungnya merupakan gerakan “pembangkangan melawan formalisme,” sebuah aliran pemikiran yang memiliki tendensi atau kecondongan untuk memberikan tekanan lebih kuat pada forma (bentuk) daripada isi. Pembedaan antara bentuk dan isi untuk pertama kalinya diungkapkan oleh Aristoteles yang sangat berhubungan erat dengan pembedaan aktus dan potensialia. Dalam patung kayu, sepotong kayu adalah materi dari patung kayu sedangkan rupa atau wajah patung adalah bentuk patung tersebut.1 Tokoh-tokoh “pembangkang melawan formalisme” ini cukup banyak, dari yang berlatar belakang filsafat atau logika, hingga ahli ekonomi, ahli sejarah, dan seterusnya. Dalam bidang hukum, di antaranya Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan Benjamin N. Cardozo.
Dalam pemikiran hukum, gerakan pembangkangan intelektual ini ditandai dengan ciri-ciri umum demikian:
a. Para pemikir Realisme Hukum Amerika amat kritis dengan pemikiran empiris yang dikembangkan di Inggris, yang diusung oleh tokoh-tokohnya, seperti David Hume,Jeremy Bentham, Austin, dan juga J. Stuart Mill. Para filsuf Inggris ini memang para positivis yang menolak pemikiran metafisis. Namun, menurut kaum intelektual hukum di Amerika, mereka tadi dianggap kurang empiris dalam menjelaskan ide-idenya. Para filsuf Inggris tadi tidak mendasarkan argumentasinya pada alasan-alasan yang aktual, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena mereka masih mengemukakan konsep-konsep formal yang dianggap masih bernuansa abstrak.
b. Para pemikir Realisme Hukum Amerika ini juga amat kritis terhadap gagasan historis yang dikembangkan oleh kaum utilitarian Inggris. Menurut mazhab Realisme Hukum, pengembangan pengetahuan harus dilakukansecara empiris, dan selalu mencari jalan penyelesaian bagi setiap problem praktis yang terjadi dalam kehidupansehari-hari. Gagasan kaum utilitarian Inggris dirasakan kurang menjawab hal tersebut. c. Pendekatan dalam Realisme Hukum Amerika lebih dipengaruhi oleh pendekatan sosiologis (dan juga psikologi sosial). Pendekatan ini mengarah pada satu objek pokok, yakni apa yang secara aktual terjadi, dalam hal ini apa yang terjadi dalam lembaga peradilan. Bagaimana praktik hukum yang dilaksanakan oleh para hakim dan pegawai pengadilan, menjadi persoalan yang pokok. Merekalah yang membuat hukum secara konkret, karena dari merekalah, masyarakat melihat adanya hukum yang eksis. Persoalan teoretis, oleh sebab itu, tidak perlu diindahkan.