PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI TIPU DAYA PADA KONTRAK BISNIS

Mei 5, 2023

Untuk adanya tipu daya tidak disyaratkan bahwa debitur mempunyai tujuan untuk merugikan krediturnya, akan tetapi sudah cukup, jika ia secara sadar (willens en wetens) melang­gar kewajiban kontraktualnya. Dalam Pasal 378 KUHP unsur deliknya, meliputi:

  1. dengan (sengaja) maksud;
  2. hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain de­ngan melawan hukum;
  3. memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal atau tipu muslihat, rangkaian kata bohong; dan
  4. membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.

Untuk menentukan kesengajaan tidaklah mudah karena terkait dengan menentukan niat batin si pelaku, dalam teori bentuk kesengajaan meliputi tiga hal, yaitu:

a.         kesengajaan dengan maksud;

b.         kesengajaan dengan kepastian/keharusan; dan

c.         kesengajaan dengan kemungkinan (doluseventualis).

Karena di dalam Pasal 378 KUHP dinyatakan dengan mak­sud, maka kesengajaan tersebut meliputi bentuk kesengajaan yang pertama (kesengajaan dengan maksud). Oleh karenanya di dalam penipuan tidak dapat dinyatakan perbuatan tersebut dilakukan karena lalai (kulfa).

Untuk unsur- ­unsur perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) harus terkait dengan berlakunya asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP). Perbuatan seseorang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum jika bertentangan dengan undang-­undang (legislasi). Bagaimana konsep “memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal atau tipu muslihat, rangkaian kata bohong” dapat disejajarkan dengan tipu daya (arglistig) seba­gaimana dimaksud dalam Pasal 1247 BW. Konsep “memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal atau tipu muslihat, rang­kaian kata bohong” dengan konsep “tipu daya” adalah sama karena kedua konsep tersebut pada dasarnya mempunyai pengertian pihak lain diperdaya untuk melakukan sesuatu dan bilamana mengetahui keadaan yang sebenarnya dapat dipasti­kan pihak tersebut tidak akan melakukan.

Untuk dinyatakan telah terjadi penipuan jika cara membe­rikan martabat palsu/nama palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan harus menimbulkan piutang, menghapuskan piu­tang, atau menimbulkan hak; pendek kata dengan “tipu daya” akan menimbulkan kerugian atau harus ada “condition sine qua non” antara tipu daya dan kerugian.

Berkaitan dengan konsep penipuan dan wanprestasi perlu kajian dan penelitian, untuk mengetahui secara jelas konsep hu­kum wanprestasi dan penipuan. Blacks Law Dictionary meng­artikan penelitian hukum (legal research) sebagai:

(1). the finding and assembling of authorities that bear on a  question of lawa; (2). the field of concerned with the effective marshaling of authorities that bear on a question of law.

Kajian yang dilakukan mengarahkan analisis terhadap latar belakang dan dinamika tentang konsep wanprestasi dan peni­puan, sebagai kajian hukum dalam kegiatan akademis, dimak­sudkan untuk membedakan dengan kajian hukum dalam kait­annya dengan kajian hukum yang bersifat praktis, sebagaimana ditulis oleh Peter Mahmud Marzuki karena bahwa penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-­prinsip hukum, maupun doktrin­doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Berkaitan dengan kajian hukum (legal research) ini dilaku­kan dengan metode yang disesuaikan dengan karakter yang khas dari ilmu hukum (jurisprudence) yang berbeda dengan ilmu sosial (social science) atau ilmu alam (natural science)

Buku ini bertujuan untuk memberikan suatu rekomenda­si kepada aparat penegak hukum dalam penanganan perkara yang terkait dengan persoalan wanprestasi dan penipuan, maka penulisan ini termasuk law reform research. Dalam penulisan ini menggunakan penelitian normatif dengan pendekatan per­aturan perundang­undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case ap-proach).

Pendekatan yang utama dalam penulisan ini adalah pen­dekatan peraturan perundang-­undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) dan dibantu de­ngan pendekatan kasus (case approach), hal tersebut mengingat pendekatan perundang­undangan (statute approach) dan pen­dekatan konsep (conceptual approach) mempunyai sifat yang masih abstrak. Kajian ini hendak melakukan kajian yang men­dalam tentang konsep dan penerapan kewenangan diskresi ke­polisian dalam proses penegakan hukum.

Pendekatan yang dipergunakan merupakan kombinasi an­tara statute approach, conceptual approach, dan case approach. Pendekatan konsep dilakukan untuk menganalisis dan mema­hami adalah mencari hakikat atas konsep wanprestasi dan kon­sep penipuan (statute approach) dan pendapat pakar hukum perdata dan hukum pidana (doktrin). Mengingat konsep wan­prestasi merupakan “domain” hukum perdata dan konsep “peni­puan” merupakan “domain” hukum pidana, maka pada langkah kedua ini adalah mencari dan menemukan konsep wanprestasi dan konsep penipuan dalam hukum perdata dan pidana. Pendekatan kasus (case approach) dengan melakukan ana­lisis terhadap putusan-­putusan pengadilan yang berkaitan de­ngan wanprestasi dan penipuan yang lahir dari hubungan kon­trak komersial. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrscht van gewijsde), maupun putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap namun memiliki per­an yang sangat penting dengan substansi penelitian. Putusan-­putusan pengadilan tersebut merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif dianalisis untuk guna mengetahui bagaimana substansi maupun pertimbangan (ratio decidendi) yang diguna­kan hakim sebagai dasar putusan.

RSS
Follow by Email
WhatsApp