Kategori: Uncategorized

PSIKOLOGI MENURUT PANDANGAN IBN SINA (980-1037 M)

Kata jiwa berasal dari bahasa Arab yaitu nafs’ merupakan satu kata yang memiliki banyak makna (lafzh al-Musytaraq) dan di­pahami sesuai dengan penggunaanya. Term nafs terdapat dalam Al-Qur’an dengan makna yang berbeda. Terkadang ditujukan pada hakikat jiwa, yaitu terdiri dari tubuh dan ruh, sebagaimana tam­pak dalam Al-Qur’an, “Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk”(as-Sajadah: 13). Dan “Allah tidak membebani (jiwa) seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. al-Baqarah: 286). Selain itu juga ditujukan maknanya kepada diri manusia yang memiliki kecenderungan, seperti ayat “Maka, hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka ja­dilah ia seorang di antara orang yang merugi” (QS. al-Maidah: 30).

Ibnu Sina mendefinisikan ruh sama dengan jiwa (nafs). Na­mun, perhatian Ibn Sina lebih banyak kepada jiwa dalam bentuk hakikat dan eksistensinya. Ia mendefinisikan jiwa sebagaimana Aristoteles yang telah mendefinisikannya. Menurut Ibn Sina, jiwa merupakan hakikat manusia sebenarnya. Jiwa merupakan kesem­purnaan awal, dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi manusia yang berin­teraksi dengan nyata (Muhammad Ustman Najjati, 2004). Artinya jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sen­diri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran ia bisa dina­makan jiwa jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku.

Jiwa juga kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang ber­sifat mekanistik atau bagi tubuh alamiah dan bukan bagi tubuh buatan. Yang dimaksudkan Ibnu Sina dengan mekanistik adalah bahwa fisik melaksanakan kesempurnaannya yang kedua atau si­fatnya yang berkaitan dengan manusia yang tidak lain dari berba­gai perilaku atau fungsinya dengan mediasi alat-alat tertentu yang ada di dalamnya, yaitu berbagai tubuh yang melaksanakan berba­gai fungsi psikologis.

Definisi jiwa yang telah dikemukakan oleh Ibn Sina di atas tidak berbeda dengan pengertian yang diberikan al-Farabi yang sumber asalnya tidak lepas dari konsep Aristoteles. Namun Ibn Sina me­nafsirkan kesempurnaan tidak dalam arti sebagai wujud seperti konsep Aristoteles yang tidak dapat dipisahkan dari materi. Ber­dasarkan konsep Aristoteles ini, jiwa dalam arti bentuk akan turut hancur dengan hancurnya jasad fisik, ketika mati. Ibn Sina menje­laskan bahwa memang bentuk itu merupakan kesempurnaan bagi jasad tetapi tidak berarti semua kesempurnaan itu adalah bentuk. Raja adalah kesempurnaan atau kelengkapan negara, tetapi jelas bukan merupakan form negara. Jadi nafs sebagai kesempurnaan jisim menurut Ibn Sina, berbeda dengan jiwa sebagai bentuk me­nurut Aristoteles. Dengan demikian, jiwa bukanlah seperti jasad, tetapi ia adalah substansi rohani.

Lebih jauh lagi ditegaskan sebagaimana dikemukakan oleh Fazlur Rahman, bahwa bagi Aristoteles, jiwa tidak dapat terpisah secara independen dari badan, ia adalah “the intelechy of a natural organized body.” Formula ini tidak harus dipahami dalam arti bah­wa semula terdapat badan yang sudah terbentuk, kemudian jiwa datang dan memasukinya. Sebenarnya jiwa itu sendiri yang—seba­gai suatu prinsip yang immanent—telah membentuk jasad, mem­berikan karakter spesifik, dan membuatnya sebagai apa adanya. Pandangan Aristoteles ini memperoleh perspektif baru di tangan Ibn Sina dengan kekalnya jiwa setelah jasad mengalami kematian.

Dalam kaitan dengan aktivitas kejiwaan ini Ibnu sina mengaju­kan 4 argumentasi sebagai berikut:

1.     Argumentasi psikofisik.

2.     Argumentasi “aku”.

3.     Argumentasi kontinuitas.

4.     Argumentasi manusia terbang di udara.

1.   Argumentasi Psikofisik

a.     Gerak dapat dibedakan kepada gerak terpaksa yaitu gerak yang didorong oleh unsur luar.

b.     Sedangkan gerak tidak terpaksa yaitu sesuai dengan hukum alam dan menentang hukum alam.

c.     Sesuai dengan hukum alam, manusia harus diam di tempat ka­rena memiliki berat badan sama dengan benda padat.

d.     Sedangkan yang menentang hukum alam, yaitu ada penggerak di luar unsur tubuh itu sendiri, yang oleh ibnu sina dikatakan jiwa.

2.   Argumentasi “Aku”

Aku dalam pendangan ibnu sina bukanlah fenomena fisik, tetapi jiwa dan kekuatannya. Kekuatan jiwa itu menimbulkan fe­nomena yang berbeda-beda, seperti benci-cinta, susah-gembira, menolak dan menerima. Semua fenomena tersebut merupakan kesatuan. Sebab jiwa saling bermusuhan tidak akan timbul kehar­monisan. Oleh karena itu, jiwa perlu mempersatukan yang berbeda itu supaya timbul keserasian. Kalau keserasian lemah, lemah juga kehidupan, dan begitu juga sebaliknya.

3.   Argumentasi Kontinuitas

Hidup rohaniah menurut ibnu sina adalah hari ini berkaitan dengan kemarin tanpa ada kekosongan. Hidup ini berubah dalam untaian yang tidak putus-putus. Sebagai contoh ibnu sina mem­bandingkan antara badan dan jiwa. Badan kalau tidak diberi ma­kan dalam waktu tertentu badannya akan berkurang, karena ba­dan mengalami penyusutan, sedangkan jiwa tidak tetap dan tidak berubah. Dengan demikian jiwa berbeda dengan badan.

4.   Argumentasi Manusia Terbang di Udara

Andaikata ada seorang yang lahir dengan diberi kekuatan akal dan jasmani yang sempurna, kemudian ia menutup matanya, se­hingga ia tidak melihat apa-apa yang di sekelilingnya. Kemudian dia diletakkan di udara, dan diatur supaya tidak terjadi benturan dengan apa yang ada di sekelilingnya, tanpa ragu-ragu orang ter­sebut akan mengatakan dirinya ada. Pada saat itu boleh jadi ia me­ngatakan ia tidak bisa mengatakan bahwa badannya ada. Kalau ia mampu menetapkan badan dan anggota badan, maka wujud yang digambarkan itu tidak mempunyai tempat kalau dia saat melayang ia memperkirakan ada tangan atau ada kakinya, dia tidak mengira apakah itu tangan atau kakinya. Dengan demikian, tentang wujud dirinya tidak timbul dari indra melainkan dari jiwa

a.   Daya Jiwa (Quwwat an-Nafs)

Selanjutnya Ibn Sina membagi tingkatan jiwa ke dalam tiga ba­gian.

Pertama, jiwa nabati, yaitu kesempurnaan utama bagi kebu­tuhan fisik alami dari aspek reproduksi, pertumbuhan dan makan. Makanan merupakan suatu fisik yang menyerupai sifat fisik yang dikatakan sebagai makanannya. Di sana ia bertambah menurut kadar yang terurai darinya, bisa lebih banyak atau lebih sedikit. Kedua, jiwa hewani, yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek persepsi terhadap partikular-partikular dan bergerak atas kehendak sendiri. Ketiga, jiwa rasional (insani), yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek melaku­kan aktivitas-aktivitas yang ada atas pilihan menurut pertimbang­an dan kesimpulan menurut pikiran, serta dari aspek persepsi ter­hadap hal-hal universal (Hasyimsyah Nasution, 2005).

b.   Jiwa Nabati (Tumbuh-tumbuhan)

Jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan) mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ibnu Sina telah mendefinisikan jiwa tumbuh-tumbuhan sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki tiga daya, yaitu:

1)    Daya nutrisi, yaitu daya yang mengubah makanan menjadi bentuk tubuh, di mana daya tersebut ada di dalamnya.

2)    Daya penumbuh, yaitu daya yang menambah kesesuaian pada seluruh bagian tubuh yang diubah karena makanan, baik dari segi panjang, lebar maupun volume.

3)    Daya reproduktif, yaitu daya yang mengambil dari tubuh sua­tu bagian yang secara potensial sama, sehingga terjadi proses penciptaan dan pencampuran yang membuatnya sama secara nyata.

c.   Jiwa Hewani

Jiwa hewani mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan tidak ada sama sekali. Ibn Sina mendefinisikan jiwa hewani sebagai sebuah kesem­purnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik dari satu sisi, serta merangkap berbagai parsilitas dan bergerak karena keinginan. Jiwa hewani memiliki dua daya, yaitu daya penggerak dan daya persepsi.

1)    Daya penggerak (al-quwwah al-Muharrikah), yaitu terdiri dari dua bagian, pertama, pengerak (gerak fisik) sebagai pemicu dan penggerak pelaku. Kedua, Daya tarik (hasrat) yaitu daya yang terbentuk di dalam khayalan suatu bentuk yang diingin­kan atau yang tidak diinginkan, maka hal tersebut akan men­dorongnya untuk menggerakkan. Pada Daya tarik (hasrat) ini terbagi menjadi dua subbagian yaitu Daya Syahwat dan Daya Emosi.

2)    Daya persepsi terbagi menjadi dua bagian, pertama daya yang memersepsi dari luar, yaitu pancaindra eksternal seperti mata (penglihat), telinga (pendengar), hidung (pencium), lidah (pe­ngecap) dan kulit (peraba). Kedua, daya yang memersepsi dari dalam yaitu indra batin semisal indra kolektif, daya konsepsi, daya fantasi, daya imajinasi (waham) dan memori.

d.   Jiwa Rasional (Insani)

Jiwa rasional mencakup daya-daya yang khusus pada manusia. Jiwa rasional melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa rasional sebagai kesempurnaan per­tama bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, di mana pada suatu sisi ia melakukan berbagai perilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi yang lain ia memersepsi semua persoalan universal. Pada jiwa rasional mem­punyai dua daya, yaitu daya akal praktis dan daya akal teoretis.

1)    Daya akal praktis cenderung untuk mendorong manusia untuk memutuskan perbuatan yang pantas dilakukan atau ditinggal­kan, di mana kita bisa menyebutnya perilaku moral.

2)    Daya akal teoretis, yaitu: akal potensial (akal hayulani), akal ba­kat (habitual), akal aktual dan akal perolehan.

Daya-daya jiwa ini bukanlah daya-daya yang berdiri sendiri, tetapi mereka bekerja sama dan harmonis. Masing-masing saling melayani dan saling memimpin bagi seluruh daya psikis. Masing-masing daya psikis saling melayani. Lalu, akal bakat (bi al-malakah) melayani akal aktual, dan akal materiel (hayulani) melayani akal bakat.

e.   Hubungan Jiwa dengan Jasad

Menurut Ibn Sina antara jasad dan jiwa memiliki korelasi se­demikian kuat, saling bantu membantu tanpa henti-hentinya. Jiwa tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad, bagaikan nakhoda (al-rubban) begitu memasuki ka­pal ia menjadi pusat penggerak, pengatur dan potensi bagi kapal itu. Jika bukan karena jasad, maka jiwa tidak akan ada, karena ter­sedianya jasad untuk menerima, merupakan kemestian baginya wujudnya jiwa, dan spesifiknya jasad terhadap jiwa merupakan prinsip entitas dan independennya nafs. Tidak mungkin terdapat nafs kecuali jika telah terdapat materi fisik yang tersedia untuk­nya. Sejak pertumbuhannya, jiwa memerlukan, tergantung, dan diciptakan karena (tersedianya) jasad. Dalam aktualisasi fungsi kompleksnya, jiwa menggunakan dan memerlukan jasad, misal­nya berpikir yang merupakan fungsi spesifiknya tak akan sempur­na kecuali jika indra turut membantu dengan efeknya.

Selanjutnya dalam pandangannya pikiran mempunyai pe­ngaruh yang luar biasa terhadap fisik, berdasarkan pengalaman medisnya, Ibn Sina menyatakan bahwa sebenarnya secara fisik orang-orang sakit, hanya dengan kekuatan kemauannyalah dapat menjadi sembuh. Begitu juga orang yang sehat, dapat benar-benar menjadi sakit bila terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit. De­mikian pula, jika sepotong kayu diletakkan melintang di atas ja­lan sejengkal, orang dapat berjalan di atas kayu tersebut dengan baik. Akan tetapi jika kayu diletakkan sebagai jembatan yang di bawahnya terdapat jurang yang dalam, orang hampir tidak dapat melintas di atasnya, tanpa benar-benar jatuh. Hal ini disebabkan ia menggambarkan kepada dirinya sendiri tentang kemungkinan jatuh sedemikian rupa, sehingga kekuatan alamiah jasadnya men­jadi benar-benar seperti yang digambarkan itu.

Hubungan antara jiwa dan jasad, menurut Ibn Sina tidak ter­dapat pada satu individu saja. Jiwa yang cukup kuat, bahkan dapat menyembuhkan dan menyakitkan badan lain tanpa menggunakan sarana apa pun. Dalam hal ini ia menunjukkan bukti fenomena hip­notis dan sugesti (al-wahm al’amil) serta sihir. Mengenai masalah ini, Hellenisme memandang sebagai benar-benar gaib, sementara Ibn Sina mampu mengkaji secara ilmiah dengan cara mendeskrip­sikan betapa jiwa yang kuat itu mampu memengaruhi fenomena yang bersifat fisik. Dengan demikian ia telah berlepas diri dari ke­cenderungan Yunani yang menganggap hal-hal tersebut sebagai gejala paranatural, pada campur tangan dewa-dewa.

Kemudian, keabadian jiwa bukanlah keabadian yang hakiki sebagaimana keabadian dan kekekalan yang Maha Kekal. Keabadi­an jiwa menurut Ibnu Sina sebagai sesuatu yang mempunyai awal tetapi tidak mempunyai akhir. Ini berarti kekekalan jiwa adalah kekekalan karena dikekalkan Allah pada akhirnya yang tidak beru­jung, sedangkan awalnya adalah baru dan dicipta. Atau jiwa punya akhir tidak punya awal. Jiwa tidak mungkin digambarkan sebelum adanya tubuh.

Pemikiran filsufis Ibn Sina tentang kekal abadinya jiwa tam­paknya terkait dengan ajaran Islam tentang kekekal-abadiannya surga dan neraka, dan tentu saja pemikiran skolastik tersebut me­rupakan upaya filsuf ini membangun pemahaman terhadap Islam di atas dasar pemikiran yang sangat mendalam. Namun ketika Ibn Sina sampai pada pendirian bahwa jiwa pada tahap transendental ini tidak lagi berhajat pada jasad—yang oleh karena itu ia menolak adanya kebangkitan jasmani—tak terhindarkan lagi muncul po­lemik filsufis yang berkepanjangan. Al-Ghazali hadir menggugat pendirian Ibn Sina tersebut dalam Tahafut al-Falasifah, di mana al-Ghazali mengatakan bahwa yang dibangkitkan adalah jasad dan ruh, bukan hanya ruh.

WISATA RAMAH MUSLIM, Wisata Halalan Thayyiban.

Penulis: Jaharuddin, Andry Priharta, Gunawan Yasni, Nur Asni Gani, Rony Edward Utama, Medo Maulianza.

“Industri halal baik makanan maupun pariwisata halal di Indonesia belum cukup berkembang. Padahal, potensinya sangat besar. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tingkat kesejahteraan masyarakat muslim juga semakin meningkat. Indonesia memiliki kelas menengah muslim yang cukup besar”. (Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah; Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

“Ekonomi dan keuangan Syariah, termasuk industri halalan thayyiban, adalah kegiatan muamalah antar manusia yang diperuntukkan untuk manusia sekalian alam. Bahasa halus wisata ramah muslim yang sering dikatakan banyak pihak tidak lain tidak bukan adalah Wisata Halalan Thayyiban yang di dalamnya adalah diperuntukkan bukan hanya untuk muslim saja tapi untuk semuanya termasuk preservasi alam semesta”. (Gunawan Yasni, Pakar Ekonomi Syariah).

“Kami menyambut baik penulisan dan penerbitan buku ini. Bagi kami, buku yang diterbitkan ini sangat penting dan memiliki makna yang strategis. Keberadaan buku ini menjadi semacam guide (panduan), benchmarking (perbandingan) yang akan membantu mengembangkan potensi pariwisata halal di Indonesia, serta mengetahui tantangan apa saja yang akan dihadapi dalam proses pengembangannya”. (Sapta Nirwandar, Pemerhati Pariwisata Indonesia dan Chairman of Indonesia Halal Lifestyle Center).

Peradaban melahirkan kebutuhan wisata, kehidupan yang seimbang akan melahirkan wisata. Pariwisata adalah sektor yang menopang ekonomi, Indonesia merupakan negara yang memiliki spot yang sangat indah, manusia yang ramah, jiwa pelayanan yang baik, maka sektor pariwisata merupakan sektor andalan. Selama pandemi, sektor pariwisata dihantam badai, secara bertahap dan meyakinkan sektor pariwisata akan pulih, pemulihan membutuhkan energi dan makna baru pariwisata, bukan hanya healing, juga nilai dan makna dari perjalanan, karenanya wisata ramah muslim, wisata halalan thayyiban akan menjadi solusi.

Wisata tidak hanya enjoy, refresh juga penuh makna, wisata yang bebas tanpa nilai akan melahirkan healing sesaat, saat berwisata enjoy, setelah itu kembali dengan hati yang gersang, karena wisata difahami hanya memenuhi kebutuhan jiwa dari kepenatan, wisata ramah muslim, bukan hanya memenuhi kebutuhan jiwa, juga memberi asupan yang cukup terhadap jiwa.

Buku ini terdiri dari 18 bab, Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim. Bab 2 Kriteria Wisata Ramah Muslim. Bab 3 Wisata Ramah Muslim di Korea Selatan. Bab 4 Wisata Ramah Muslim di Inggris. Bab 5 Wisata Ramah Muslim di Rusia. Bab 6 Wisata Ramah Muslim di Malaysia. Bab 7 Wisata Ramah Muslim di Maroko. Bab 8 Wisata Ramah Muslim di Thailand. Bab 9 Wisata Ramah Muslim di Uni Emirates Arab. Bab 10 Wisata Ramah Muslim di Jepang. Bab 11 Wisata Ramah Muslim di Turki. Bab 12 Wisata Ramah Muslim di Sumatra Barat. Bab 13 Wisata Ramah Muslim di Nusa Tenggara Barat. Bab 14 Wisata Ramah Muslim di Kepulauan Riau. Bab 15 Wisata Ramah Muslim di Kalimantan Timur. Bab 16 Wisata Ramah Muslim di Yogyakarta. Bab 17 Wisata Ramah Muslim di Aceh. Bab 18 Wisata Ramah Muslim di Jakarta.

HARTA KEKAYAAN WAJIB ZAKAT

Sebelum membicarakan syarat-syarat harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu terminologi dan pengertian kekayaan. Para ahli hukum (fikih) Islam berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan pengertian istilah kekayaan itu. Menurut para ulama Mahzab Hanafi, kekayaan adalah segala yang dapat dipunyai dan digunakan menurut wujudnya. Kekayaan mempunyai dua syarat pokok, yaitu: dipunyai atau dimiliki; dan, bisa diambil manfaatnya. Dengan demikian, kekayaan hanya yang berwujud benda, dapat dipegang dan dimiliki. Manfaat dari benda yang konkret itu, seperti menempati rumah, dan memakai kendaraan, tidak termasuk kategori kekayaan. Berbeda halnya dengan pendapat para ulama Mazhab Hanafi tersebut di atas, menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, bahwa manfaat itu termasuk kekayaan karena yang penting bukan dapat dimiliki sendiri, tapi cukup menguasai tempat dan sumbernya saja.

Dalam al-Kasyf al-Kabir seperti yang dikutip M. Yusuf Qardawi, disebutkan bahwa zakat hanya dapat terealisir dengan menyerahkan benda yang berwujud, sehingga apabila seseorang miskin diberi hak menempati sebuah rumah sebagai zakat, maka zakat itu belumlah terbayar; karena manfaat menikmati itu bukanlah benda yang berwujud. Selanjutnya, M. Yusuf Qardawi mengatakan bahwa, yang menjadi pegangan dalam hal ini adalah kekayaan dalam pengertian sesuatu yang berwujud. Itulah yang terkena kewajiban zakat. Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta kekayaan yang dipunyai oleh seorang Muslim. Syarat-syarat itu, sebagai berikut:

  • Pemilikan yang pasti (milik penuh). Artinya, sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya, dan tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain.
  • Berkembang. Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia, baik kekayaan itu berada di tangan yang punya maupun di tangan orang lain atas namanya.
  • Melebihi kebutuhan pokok. Artinya, harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok atau kebutuhan rutin (menurut para ulama Hanafi) oleh diri dan keluarganya untuk hidup secara wajar sebagai manusia.
  • Bersih dari utang. Artinya, harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari utang baik utang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun utang kepada sesama manusia.
  • Mencapai nisab. Artinya, harta itu telah mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakat.
  • Mencapai haul. Artinya, harta itu harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.

***

Film “Box Office” Indonesia Sepanjang Masa

Selera masyarakat terhadap jenis film sifatnya fleksibel. Dalam sejarahnya, hampir semua genre film menyumbang “box office”. Pada artikel ini diinventarisasi film-film Indonesia yang mendulang banyak penonton dengan harapan dapat dipelajari faktor faktornya. Menurut catatan sejarah, film Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri pada era tahun 70-an dan tahun 80-an. Tahun 70-an masyarakat mengenal bintang-bintang populer seperti Ratno Timoer, Robby Sugara, Roy Marten, Leny Marlina, Widyawati, dan lainnya. Juga aktor laga seperti Berry Prima, Advent Bangun, Deddy Soetomo, dan lainnya. Tahun 80-an muncul bintang-bintang muda kala itu: Ongky Alexsander, Merriam Belina, Lidya Kondou, Nike Ardila, Paramitha Rushady, dan lainnya. Memasuki tahun 90-an, film Indonesia mulai luruh, kalah bersaing dengan film Hoolywood, India, dan China. Film Indonesia yang berhasil meraup jumlah penonton lebih dari 500.000 pada kurun waktu 1980-an hanya dua film, yakni: Maju Kena Mundur Kena (1983) dengan jumlah penonton 658.896 dan Pengkianatan G-3-S/PKI (1985) dengan jumlah penonton 699.282. Setelah itu praktis film Indonesia seperti dinomorduakan oleh penontonnya sendiri. Barulah pada tahun 2007, film sebagai industri menggeliat lagi. Film Get Mareied dengan penonton lebih dari 1 juta penonton, tepatnya 1.389.454 dan Naga Bonar jilid2 mendapat penonton 1.246. 174.

Berikut daftar film Indonesia terlaris berdasarkan jumlah penonton terbanyak.

  1. Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1
  2. Dilan 1990
  3. Laskar Pelangi
  4. Habibie & Ainun
  5. Pengabdi Setan
  6. Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 2
  7. Ayat-Ayat Cinta
  8. Ada Apa Dengan Cinta 2
  9. My Stupid Boss
  10. Ayat-Ayat Cinta 2
  11. Danur
  12. Cek Toko Sebelah
  13. Eiffel I’m In Love
  14. Hangout
  15. Danur 2: Madah
  16. Jailangkung
  17. 5cm
  18. Susah Sinyal
  19. Ketika Cinta Bertasbih

Ingin tahu lebih banyak tentang industri film dan ide-ide kreatif dalam proses produksi film?
Lihat selengkapnya di buku Ide Kreatif dalam Produksi Film!

Pendidikan di Zaman Nabi Muhammad S.A.W

Pendidikan di zaman Rasulullah SAW baik ketika di Mekkah maupun di Madinah sudah berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini dilakukan, karena Rasulullah SAW sangat mementingkan masalah pendidikan.

Walaupun masih sederhana, di zaman Rasulullah SAW sudah terdapat sistem pendidikan. Berbagai komponen pendidikan seperti visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, guru, murid, sarana prasarana, pembiayaan, serta evaluasi pendidikan dan pengajaran sudah ada, walaupun sifatnya masih sederhana.

Pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW tergolong berhasil dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya sejumlah ulama yang mempunyai berbagai keahlian seperti tafsir, Hadis, fikih, fatwa, dan lainnya dari kalangan sahabat, tersosialisasikannya Islam ke berbagai wilayah hingga ke Indonesai, pengaruh ajaran Islam masih terus hidup dan berkembang hingga sekarang.

Konsep dan praktik pendidikan yang dilakukan zaman Rasulullah SAW masih cukup relevan untuk diterapkan di masa sekarang. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya kajian yang dilakukan oleh para ahli terhadap konsep dan praktik pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW.

Lihat dan pelajari mengenai sejarah pendidikan agama islam pada buku Sejarah Pendidikan Islam.
Selamat membaca!

Homo Sapiens Gemar Bergosip

Salah satu teori menyatakan bahwa keunikan bahasa Sapien terletak pada fungsinya sebagai penyebar informasi mengenai dunia. Tetapi informasi paling penting yang perlu disampaikan adalah mengenai manusia itu sendiri, bukan mengenai dunia di luar manusia seperti hewan, sungai atau pohon. Bahasa kita berevolusi sebagai instrumen untuk membicarakan orang lain. Menurut teori ini, manusia menggunakan bahasa lebih untuk tujuan bergosip dan bergunjing. Homo sapien adalah hewan sosial, dan kerja sama sosial adalah kunci untuk tujuan keamanan dan reproduksi. Sapien tidak hanya butuh informasi mengenai adanya ancaman atau keberadaan sumber makanan. Informasi yang lebih penting bagi mereka adalah cerita mengenai orang-orang di sekitar mereka: Siapa membenci siapa? Siapa tidur dengan siapa? Siapa yang jujur? Siapa tukang bohong?

Dalam suatu kelompok Sapien, setiap orang merasa perlu mengetahui hubungan setiap satu individu dengan individu lainnya. Kemampuan Sapien untuk mendapatkan dan menyimpan informasi mengenai hubungan individual ini ternyata mengagumkan. Kalau dalam satu kelompok terdiri dari 50 anggota maka terdapat 1.225 kombinasi hubungan antar-individu dengan segala dinamika dan perubahan hubungan tersebut belum termasuk bentuk hubungan sosial lainnya yang jumlahnya sangat banyak dan semua itu perlu diketahui dan diingat. Semua kera, termasuk Neanderthal dan Homo sapien kuno, menunjukkan ketertarikan terhadap informasi mengenai hubungan sosial, tetapi mereka tidak menunjukkan ketertarikan untuk bergosip. Hanya Sapien modern yang suka bergosip—perilaku yang sebenarnya negatif tetapi penting bagi kerja sama yang melibatkan orang dalam jumlah besar. Keterampilan linguistik baru yang dikuasai Sapien sekitar 70 ribu tahun yang lalu ini memungkinkan mereka untuk bergosip selama berjam-jam. Informasi mengenai siapa yang dapat dipercaya memungkinkan kelompok memilih pemimpin kredibel, sehingga sapien dapat mengembangkan jenis kerja sama yang lebih kuat dan canggih. Hal ini memungkinkan kelompok kecil dapat berkembang menjadi kelompok besar. Gosip menjadi semacam data intelijen yang digunakan untuk mengambil keputusan strategis dalam kelompok.

Teori gosip ini tampaknya seperti candaan saja tetapi sejumlah studi ilmiah mendukung pandangan ini.36 Bahkan dewasa ini, sebagian besar komunikasi manusia—apakah dalam bentuk email, panggilantelepon atau kolom di surat kabar—sering kali lebih banyak gosip. Pembicaraan di kalangan pegawai di kantor, atau di antara para pekerja di tempat kerja mereka, atau pembicaraan pada pertemuan antara para profesional ternyata tidak didominasi topik serius mengenai dunia kerja mereka tapi lebih banyak membahas hal-hal di luar itu: masalah kenaikan gaji, fasilitas atau tunjangan, siapa beli mobil baru, siapa naik pangkat, siapa bakal di-PHK, hubungan dengan bos atau hubungan dengan karyawan yang lain. Singkatnya membicarakan gosip. Sepertinya bahasa yang kita gunakan berkembang untuk memenuhi tujuan bergosip ini.

Baca dan pelajari secara lengkap Sejarah Komunikasi Umat Manusia.
Selamat membaca!

PENETAPAN TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Hukum administrasi yang dimaksudkan disini meliputi peraturan-peraturan yang berhubungan dengan “administrasi”. Administrasi mengandung arti sarana dengan pemerintahan. Oleh karena itulah maka hukum administrasi dinamakan pula hukum Tata Pemerintahan atau Hukum Tata Usaha Negara. Berbeda halnya dengan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan “Administrasi Pemerintahan” adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Namun, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan tersebut tidak memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan “tata laksana”. Menurut hemat penulis penggunaan kata “pemerintahan” setelah kata “administrasi” dalam penamaan undang-undang tentang administrasi pemerintahan tersebut, adalah mengandung makna “ganda” karena administrasi mengandung arti yang sama dengan pemerintahan.

Di dalam referensi hukum administrasi perkataan pemerintahan dapat disamakan kiranya dengan kekuasaan eksekutif. Hal ini berarti bahwa pemerintahan merupakan bagian dari badan perlengkapan dan fungsi pemerintahan, yang bukan merupakan badan perlengkapan dan fungsi pembuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan peradilan (kekuasaan yudikatif). Oleh karenanya, ada peraturan hukum yang bertalian atau berhubungan dengan alat perlengkapan pemerintahan, dan ada pula peraturan hukum yang berhubungan dengan fungsi pemerintahan. Alat-alat perlengkapan (organ) mendapat wewenang pemerintahan, misalnya di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), Undang-Undang Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Di dalamnya diatur misalnya mengenai kewajiban tanggung jawabnya terhadap badan-badan perwakilan serta daerah wewenangnya. Peraturan-peraturan mengenai alat (organ) perlengkapan pemerintahan ini, yang berhubungan dengan organisasi pemerintah, dapat dimasukkan ke dalam hukum tata pemerintahan. Hal semacam ini tidak berlaku dan tidak lazim di Nederland. Dapat pula dimengerti, pemerintah sebagai fungsi pemerintahan, dalam arti kata sebagai tugas menjalankan pemerintahan, yang bukan perundang-undangan maupun peradilan. Tugas ini terutama dilaksanakan oleh alat perlengkapan yang dibebani tugas pemerintah dalam arti yang luas.

Dengan demikian, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan telah memperluas makna fungsi pemerintahan dalam arti hukum administrasi yaitu tidak hanya meliputi kekuasaan pemerintah (eksekutif) dalam arti yang sempit, tetapi juga kekuasaan pemerintah dalam arti yang luas baik legislatif maupun yudikatif. Hal ini dapat dilihat dari rumusan pengertian Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Adapun kewenangan pemerintahan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.

Untuk menarik garis pembeda antara perbuatan pemerintah berdasar hukum publik dengan perbuatan hukum privat dalam tindak pemerintahan dalam arti luas dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria dasar untuk melakukan perbuatan hukum. Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan (ambt). Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni, atribusi, delegasi, dan mandat, akan melahirkan kewenangan tbevoegdheid, legal power, competence).

Adapun dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat yang ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subjek hukum (orang atau badan hukum). Dengan perbedaan tersebut, tanggung gugat sehubungan dengan suatu perbuatan hukum publik adalah pada pejabat (ambtsdrager), sedangkan tanggung gugat sehubungan dengan suatu perbuatan hukum privat yang dilakukan pemerintah adalah badan hukum (publik). Jadi, gugatan dalam sengketa tata usaha negara ditujukan kepada pejabat yang membuat keputusan/ketetapan, sedangkan dalam gugatan perdata ditujukan kepada pemerintah sebagai badan hukum publik (misalnya Pemerintah RI).

Di dalam referensi hukum administrasi pemerintahan, dapat dibaca beberapa pengelompokan penetapan/keputusan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan di sini penggunaan istilah yang berbeda untuk “beschikking”. E. Utrecht menyebutnya “ketetapan”, sedangkan Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya “penetapan”. Pengelompokan tersebut antara lain oleh: van der Wei, E. Utrecht, Prajudi Atmosudirdjo. Pertama-tama di sini diketengahkan dulu pengelompokan (macam-macam) keputusan menurut pendapat-pendapat ahli tersebut.

Van der Wei membedakan keputusan atas: de rechtsvastellende beschikkingen dan de constitutieve beschikkingen yang terdiri atas: belastende beschikkingen (keputusan yang memberi beban), begunstigende beschikkingen (keputusan yang menguntungkan), statusverleningen (penetapan status), deafwijzende beschikkingen (keputusan penolakan). E. Utrecht membedakan ketetapan atas ketetapan positif dan negatif. Ketetapan positif menimbulkan hak/dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan. Ketetapan negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan negatif dapat berbentuk pernyataan tidak berkuasa (onbevoegd-verklaring), pernyataan tidak diterima (niet-ontvankelijkverklaring) atau suatu penolakan (afwijzing). Ketetapan deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian (rechtsvastellende beschikkingi). Ketetapan konstitutif adalah membuat hukum (rechtscheppend). Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap (blijvend).

Menurut Prins, ada empat macam ketetapan kilat, yaitu ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama; suatu ketetapan negatif, penarikan atau pembatalan suatu ketetapan; suatu pernyataan pelaksanaan (uitvoerbaarverklaring). Dispensasi, izin (vergunning), lisensi, dan konsesi. Prajudi Atmosudirdjo membedakan dua macam penetapan, yaitu penetapan negatif (penolakan) dan penetapan positif (permintaan dikabulkan). Penetapan negatif hanya berlaku satu kali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi. Penetapan positif terdiri atas lima golongan, yaitu yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya, yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja, yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum, yang memberikan beban (kewajiban), yang memberikan keuntungan. Penetapan yang memberikan keuntungan adalah, dispensasi yaitu pernyataan dari pejabat administrasi yang berwenang. bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di dalam surat permintaannya, izin atau vergunning, dispensasi dari suatu larangan, yaitu lisensi adalah izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba, sedangkan konsesi adalah penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk memindahkan kampung. membuat jalan dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian konsesi haruslah dengan kewaspadaan, kewicaksanaan dan perhitungan yang sematang-matangnya.

Tips Menulis Jurnal Ilmiah Untuk Mahasiswa

Bagi dosen dan insan akademik di perguruan tinggi, menulis di jurnal ilmiah bereputasi merupakan suatu keharusan. Selain itu, menulis di jurnal ilmiah juga menjadi tuntutan yang luar biasa berat bagi apabila tidak dibiasakan sejak awal. Oleh karena itu, dosen sejatinya rajin meneliti, menelaah, dan mengamati permasalahan di lapangan sesuai dengan bidang yang dikuasai untuk kemudian hasilnya dituangkan ke dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah. Jika artikel ilmiahnya sudah dimuat di jurnal ilmiah, penelitian sang dosen akan dibaca masyarakat akademik dari kampus-kampus lain. Kalau jurnal ilmiahnya level internasional, artinya akan banyak ilmuwan kelas dunia yang membaca artikel ilmiah dosen tersebut. Mengapa menulis artikel di jurnal ilmiah itu penting? Ilmu dan penelitian harus berkembang. Bagaimana akan berkembang kalau hasil penelitian itu mengendap di komputer.

Makalah atau artikel ilmiah adalah sebuah laporan tertulis dan diterbitkan yang menggambarkan hasil penelitian asli (Day, 1998). Tujuan penelitian ilmiah adalah publikasi. Oleh karena itu, penulis harus mencari cara agar setiap tulisan dari hasil penelitian bisa diterbitkan. Menulis makalah ilmiah adalah keharusan untuk orang yang berkecimpung dalam dunia akademik.

Seorang akademisi tidak diukur dari seberapa banyak ilmu dan kecerdasannya, tetapi mereka diukur, menjadi terkenal atau tidak, disebabkan oleh publikasinya. Penulisan ilmiah tentu berbeda dengan gaya penulisan populer atau yang lainnya. Salah satu karakter penulisan ilmiah adalah memberikan pengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak artikel atau paper ilmiah diterima dan diterbitkan di jurnal ternama karena mereka benar-benar memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan (Day, 1998).

Selanjutnya, penulisan ilmiah atau makalah ilmiah harus dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, kata-kata yang digunakan harus jelas dan simpel. Menggunakan bahasa dan kata yang bisa dipahami oleh semua adalah sebuah keharusan. Penulisan ilmiah beda dengan tulisan lainnya yang mungkin ditampilkan hanya untuk sekadar hiburan. Penulisan ilmiah tujuannya adalah untuk mengomunikasikan penemuan sains baru sehingga harus dikomunikasikan sejelas dan sesederhana mungkin (Day, 1998). Untuk menyusun hasil penelitian yang berkualitas, terutama untuk publikasi jurnal, penulis atau peneliti harus memahami terlebih dahulu bentuk dan format tulisan dari artikel ilmiah. Format artikel yang baik menentukan diterima atau tidaknya artikel ilmiah tersebut oleh editor jurnal.

Sebelum melakukan penulisan karya ilmiah, penulis harus mempersiapkan hal-hal berikut:

  1. Harus banyak membaca artikel yang baik. Untuk bisa menghasilkan hasil karya ilmiah yang baik, penulis mesti banyak membaca artikel ilmiah yang baik dari jurnal terkenal.
  2. Cari topik yang sedang viral (hot topics).
  3. Tentukan metode yang sesuai.
  4. Tentukan jurnal dan pembaca yang akan dijadikan target. Hal ini berarti bahwa penulis harus memperhatikan kecenderungan dari sebuah jurnal, apakah sesuai atau tidak dengan tema kajian yang akan ditulis.

Di bawah ini akan disampaikan beberapa tips agar tulisan kita lebih menarik. Ada beberapa tips yang diberikan oleh Prof. Madya Dr. Edi Herianto Majlan (workshop penulisan makalah ilmiah: 2018, UKM):

  1. Setiap kalimat dari setiap paragraf meringkas seluruh paragraf.
  2. Satu ide harus ada dalam satu paragraf.
  3. Menulis dengan kalimat yang pendek.

Menulis yang baik hakikatnya yakni bagaimana membuat karya tulis yang bisa dipahami dengan mudah oleh pembaca. Bukanlah tulisan yang baik kalau kata, kalimat, dan paragraf dalam sebuah tulisan tidak bisa dipahami oleh pembaca. Tema atau topik bahasan dalam sebuah tulisan sejatinya bagus dan penting disampaikan kepada khalayak. Namun, kalau cara menguraikan topik tersebut asal-asalan sehingga pembaca jadi bingung membacanya, itu juga masalah yang harus jadi perhatian.

Oleh karena itu, membaca dan memahami teknis serta trik membuat tulisan yang baik sebuah keniscayaan bagi siapa pun yang serius dalam dunia tulis-menulis. Sumber untuk mewujudkan hal itu bisa dari mana saja, jangan terpaku kepada buku atau jurnal. Bisa saja dipelajari dari situs-situs web di internet yang banyak ragam dan bentuknya. Dengan catatan harus dipilih situs web yang kredibel dan kontennya bisa memotivasi calon penulis untuk menghasilkan karya tulis yang baik dan bermanfaat untuk orang banyak.

Telaah Karya Hamka Sejarawan Muslim Indonesia

Abdul Karim Amrullah “Hamka” (1908-1981), adalah akronim kepada nama Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Mekkah pada tahun 1906. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Mekkah pada tahun 1906.

Hamka lebih banyak belajar sendiri dan melakukan penyelidikan meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti falsafah, kesusasteraan, sejarah, sosiologi dan politik, sama ada Islam ataupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-’Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Freud, Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. HAMKA juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Cokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fakrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang pemidato yang handal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau menyertai pertubuhan itu mulai tahu 1925 bagi menentang khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cawangan Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, HAMKA mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makasar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950. Pada tahun 1953, HAMKA dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Julai 1957, Menteri Agama Indonesia yaitu Mukti Ali melantik HAMKA sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya diketepikan oleh kerajaan Indonesia.

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau hingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa surat kabar seperti Pelita Andalas, SeruanIslam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli. Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah. Berikut adalah judul dari karya-karya Hamka.

  1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
  2. Si Sabariah (1928).
  3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
  4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
  5. Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929).
  6. Kepentingan Melakukan Tabligh (1929).
  7. Hikmat Isra’ dan Mikraj.
  8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
  9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
  10. Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.
  11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
  12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
  13. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai
    Pustaka.
  15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
  17. Margaretta Gauthier (terjemahan) (1940).
  18. Tuan Direktur (1939).
  19. Dijemput mamaknya (1939).Keadilan Ilahy (1939).
  20. Tashawwuf Modern (1939).
  21. Falsafah Hidup (1939).
  22. Lembaga Hidup (1940).
  23. Lembaga Budi (1940).
  24. Majallah ‘Semangat Islam’ (Zaman Jepun 1943).
  25. Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
  26. Negara Islam (1946).
  27. Islam dan Demokrasi (1946).
  28. Revolusi Pikiran (1946).
  29. Revolusi Agama (1946).
  30. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi (1946).
  31. Dibantingkan Ombak Masyarakat (1946).
  32. Di dalam Lembah Cita-cita (1946).
  33. Sesudah naskah Renville (1947).
  34. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret (1947).
  35. Menunggu Beduk berbunyi (1949), di Bukittinggi, Sedang.
  36. Konperansi Meja Bundar.
  37. Ayahku (1950), di Jakarta.
  38. Mandi Cahaya di Tanah Suc (1950).
  39. Mengembara Dilembah Nyl (1950).
  40. Ditepi Sungai Dajlah (1950).
  41. Kenangan-kenangan Hidup 1, autobiografi sejak lahir 1908 sampai
  42. pada tahun 1950.
  43. Kenangan-kenangan Hidup 2.
  44. Kenangan-kenangan Hidup 3.
  45. Kenangan-kenangan Hidup 4.
  46. Sejarah Ummat Islam Jilid 1, ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
  47. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
  48. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
  49. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
  50. Pedoman Mubaligh Islam, cetakan 1, 1937; cetakan ke-2 tahun 1950.

CARA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENDENGARKAN YANG EFEKTIF

Dalam proses komunikasi antarmanusia, salah satu komponen menerima pesan adalah mendengarkan. Mendengarkan yang dimaksud bukan sekadar bermakna literal menggunakan alat pendengaran yang kita miliki yaitu telinga, tetapi juga melibatkan penggunaan alat penerima pesan lainnya. Ada perbedaan yang signifikan antara terma mendengarkan dan mendengar seperti yang diyakini dalam bahasa Inggris yang membedakan kata “listen/listening” dengan “hear/hearing”.

Kata “listen” berpadanan dengan “pay attention” atau berusaha memperhatikan sesuatu bukan hanya suara saja. Sering terjadi bahwa proses komunikasi justru melibatkan penggunaan bahasa tubuh, di mana proses mendengarkan bukan menggunakan telinga sebagai alat penerima pesan, melainkan menggunakan mata sebagai penggantinya kemudian selanjutnya informasi visual tersebut akan diterjemahkan menjadi pesan yang dapat dipahami lawan bicara.

Hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan sebagai upaya membangun kemampuan mendengarkan secara efektif:

  1. Memelihara kontak mata dengan pembicara
    Menatap mata pembicara saat dia berbicara adalah usaha kita untuk
    mengurangi kemungkinan perhatian kita teralihkan. Dan ini sebenarnya dapat mendorong pembicara lebih bersemangat melanjutkan pembicaraannya. Hal lain yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan bahwa kita menaruh perhatian terhadap pembicara adalah dengan komunikasi nonverbal, seperti anggukan/gelengan kepala dan ekspresi wajah yang sesuai.
  1. Menghindari komunikasi nonverbal yang tidak sesuai dengan maksud
    kita untuk mendengarkan
    Ada beberapa gerakan yang bisa jadi ditampilkan pendengar tanpa bermaksud mengganggu pembicara misalnya melihat jam tangan lebih dari satu kali, memutar-mutarkan pinsil atau pulpen, merobek-robek kertas, melihat-lihat pemandangan di luar, atau melakukan aktivitas lain yang mengganggu. Hal ini bisa disalahartikan oleh pembicara bahwa kita kehilangan ketertarikan dan mulai bosan. Bisa jadi pembicara mengakhiri pembicaraannya dan kita kehilangan informasi penting lain yang belum sempat disampaikan. Kendalikan diri kita untuk tidak melakukan gerakan-gerakan distraksi.
  1. Mengajukan pertanyaan
    Banyak hal telah kita kupas tentang bertanya sebelumnya. Salah satu hal yang menjadi perhatian pembicara kepada pendengar adalah saat pendengar berhasil menganalisis apa yang dia dengar lewat mengajukan pertanyaan. Dengan mengajukan pertanyaan, kita sebenarnya memperjelas maksud topik yang dibicarakan, ini akan meyakinkan pembicara bahwa kita mengerti, sekaligus memberikan dukungan kepada pembicara untuk berbicara lebih lanjut karena kita benar-benar memerhatikan dan mendengarkan secara serius.
  1. Mengungkapkan kembali/konfirmasi
    Mengulang apa yang disampaikan pembicara dengan menggunakan bahasa sendiri merupakan proses untuk memperjelas makna. Ini juga merupakan salah satu cara terbaik untuk mengetahui apakah kita benar-benar mengerti atau tidak akan pesan yang disampaikan. Sehingga tujuan komunikasi tercapai.
  1. Menghindari interupsi
    Berikan kesempatan kepada pembicara untuk menyelesaikan dahulu
    apa yang akan disampaikan sebelum kita memberikan tanggapan.
    Tahan diri kita untuk tidak menebak maksud dari si pembicara. Jika
    memang belum jelas, kita bisa ajukan pertanyaan.
  1. Berbicara seperlunya
    Meskipun kita secara alami memiliki kecenderungan untuk berbicara daripada mendengarkan, tetapi saat memainkan peran menjadi pendengar, maka dengarkan dengan saksama isi pesan pembicara. Kita tak perlu berbicara jika memang tidak ada yang akan diungkapkan, apalagi memaksa berbicara hanya untuk terlihat menawan dimata pendengar lain. Kecenderungan lain adalah untuk berbicara sambil mendengarkan. Pendengar efektif tidak akan pernah melakukannya.
  2. Membuat transisi antara menjadi pendengar yang baik dan pembicara yang baik. Proses komunikasi adalah proses antara berbicara dan mendengarkan. Proses ini akan dikatakan efektif, jika kita melakukan peran tersebut secara bergantian dengan seimbang sesuai tujuan.

8. Mengingat prinsip komunikasi empatik
“Berusaha mengerti orang lain lebih dahulu, baru dimengerti” Mengapa penting? Karena:
a) Memberikan informasi dan data yang akurat sebelum menanggapi,
dan
b) Memberi cukup udara psikologis
Dengan komunikasi empatik pasangan komunikasi kita akan merasa dimengerti secara mendalam sehingga berdampak positif terutama saat kita ingin memberikan pengaruh dan dalam pemecahan sebuah masalah.

9. Mendengarkan empatik
Mendengarkan sambil menunjukkan sikap empatik berarti kita masuk ke dalam kerangka acuan orang lain. Kita tidak saja mendengarkan dengan telinga, tetapi juga menggunakan mata lewat perhatian dan hati lewat perasaan. Hati kita akan mampu merasakan, memahami, menyelami bahkan berintuisi. Kemudian mata kita akan mengamati sinyal-sinyal nonverbal pembicara. Kita menggunakan otak kanan sekaligus otak kiri disaat yang sama. Mendengarkan empatik adalah mendengarkan untuk mengerti, baik secara emosional maupun intelektual, tidak bermaksud untuk menjawab, mengendalikan apalagi memanipulasi orang lain.

10. Hal lain yang perlu diingat
“Jangan membuat resep apa pun sebelum melakukan diagnosa”. Sebelum memberikan tanggapan kepada lawan bicara, kita coba untuk mengerti masalahnya dulu secara mendalam; berusaha untuk mengerti itu membutuhkan pertimbangan dan kesadaran terhadap kemungkinan munculnya empat respons autobiografis yaitu mengevaluasi, menyelidik, menasihati, dan menafsirkan sepihak. Pekalah terhadap respons pengirim pesan. Setelah itu, baru berusaha untuk dimengerti. Jelaskan pikiran dan gagasan kita dengan jelas, spesifik, visual, dan empatik.