HOAKS DALAM AL-QUR’AN
April 20, 2023Hoaks dalam bahasa agama dapat dipahami sebagai usaha memperdaya orang banyak lewat berita bohong (deceive somebody with a hoax); memperdaya sekelompok orang dengan cara membuat orang lain yakin pada berita yang telah dipalsukan. Dalam Al-Qur’an dapat ditemukan sejumlah ayat yang secara eksplisit memberikan tuntunan kepada manusia dalam menyikapi berkembangnya hoaks. “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al–Hujarat: 6)
Jawad Mugniah dalam at-Tafsîr al-Mubîn menguraikan, bahwa surah al-Hujarat: 6 ini menjelaskan tentang haramnya menerima berita dari orang fasik tanpa melakukan klarifikasi (tabayun) kebenarannya. Datangnya berita dari orang fasik dikhawatirkan akan membahayakan bagi orang lain. Dalam istilah ushul fiqh, ayat ini juga menunjukkan larangan untuk mengikuti tata cara orang-orang fasik. Bersandar pada ayat ini, sebagian ulama juga berargumen kewajiban untuk mengambil berita dari orang yang terpercaya (tsiqah), tanpa harus melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Oleh karenanya, dalam kajian ilmu Hadis, sebuah kabar Hadis aĥad yang terpercaya (tsiqah)— Hadis yang diriwayatkan hanya satu orang, tidak secara mutawâtir sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an dapat diterima dan bisa dijadikan sebagai argumen. Ayat ini juga mengajarkan untuk mengenali tanda-tanda orang fasik? Fa-sa-qa atau fasik—sebagaimana disebutkan oleh Ibn Fâris dalam Maqāyis—adalah keluar dari jalur ketaatan. Demikian juga al-Mushtafawî dalam at-Tahqîq fî Kalimât Al-Qurân menjelaskannya, sebagai keluarnya sesuatu dari hal-hal yang disepakati, baik secara agama, akal maupun hukum natural. Tandasnya, merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an maka yang dimaksud sebagai orang fasik adalah orang yang keluar dari ketentuan akal sehat, adab sopan santun dan agama.
Oleh karenanya, sangat sulit menentukan seseorang yang belum kita kenali kredibilitasnya sebagai orang jujur. Melalui QS. al-Hujurat: 6, Allah Swt. memberikan tuntunan kepada kita agar bersikap hati-hati, tidak gegabah dan tidak tergesa-gesa dalam menerima sebuah berita, khususnya jika berita tersebut datang dari seorang yang sudah dikenali kefasikannya. Ayat ini juga mengisyaratkan agar kita selalu melakukan klarifikasi/tabayun saat menerima berita dari orang yang tidak kita kenali. Ayat ini memberikan tuntunan kepada kita agar lebih berhati-hati dalam menerima maupun menyampaikan sebuah berita, apalagi berita tersebut menyalahi beberapa ketentuan yang sudah berlaku/telah disepakati seperti ketentuan akal sehat, adab sopan santun maupun agama. Tuntunan agama agar kita menjadi orang yang lebih cerdas dalam bersikap. Berusaha untuk menyampaikan berita yang benar, bukan bohong (hoax). Implikasi dari kesalahan dalam menerima maupun menyampaikan berita adalah menimbulkan dampak negatif, yakni: merusak sebuah tatanan masyarakat. “Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Hal ini selaras dengan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an, yakni, segala kebenaran baik dalam sikap dan tutur kata terliput di dalamnya kabar yang benar akan lebih dekat kepada ketakwaan. Takwa merupakan penyokong kebenaran dalam berucap dan bertutur kata. Ucapan dan tutur kata yang benar akan menjadi salah satu sebab kebaikan tindakan. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS. al–Ahzab: 70-71)