Tag: PSIKOLOGI MENURUT AL KINDI

PSIKOLOGI MENURUT PANDANGAN AL-KINDI

Al-Kindi mendefenisikan jiwa sebagai berikut, “Kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memiliki ke­hidupan yang energik, atau kesempurnaan fisik alami yang memi­liki alat dan mengalami kehidupan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Aristoteles. Menurut al-Kindi bahwa jiwa memiliki 3 daya (Hasyimsyah Nasution, 2005), antara lain

1.     daya bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah),

2.     daya marah (al-quwwah al-ghadhabiyyah) dan

3.     daya berpikir (al-quwwah al-‘aqilah), daya berpikir ini disebut akal.

Bagi al-Kindi akal terbagi ke dalam tiga bagian yaitu; (1), akal yang bersifat potensial; (2) akal yang keluar dari sifat potensial menjadi aktual; (3) akal yang telah mencapai tingkat kedua dari ak­tualitas.

Menurut al-Kindi bahwa jiwa tidak tersusun, namun mem­punyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi jiwa berasal dari Tuhan. Hubungan jiwa dengan Tuhan sama dengan hubung­an cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ila­hiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Jiwa atau ruh tidak pernah tidur, hanya saja ketika tubuh tertidur, ia tidak menggunakan in­dra-indranya. Dan bila disucikan, ruh dapat melihat mimpi-mim­pi luar biasa dalam tidur dan dapat berbicara dengan ruh-ruh lain yang telah terpisah dari tubuh-tubuh mereka. Argumen yang di­kemukakan AI-Kindi tentang perbedaan ruh dengan badan adalah bahwa ruh menentang keinginan hawa nafsu dan sifat pemarah.

Bagi al-Kindi jiwa akan tetap kekal setelah kematian. Dia pin­dah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nur Sang Pen­cipta. Itulah tempatnya yang abadi. Di tempat itu, ia sangat dekat dengan Sang Pencipta. Itulah tempatnya yang abadi. Di tempat itu, ia sangat dekat dengan Sang pencipta sehingga mampu mengeta­hui segala hal, yaitu mengetahui setiap yang nyata maupun yang tidak nyata, atau mengetahui setiap rahasia dan bukan rahasia. Mengenai hal ini al-Kindi mendasarkan pendapatnya pada ayat Al-Qur’an; sesungguhnya kamu dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, se­hingga penglihatanmu pada hari itu amat tajam (QS. Qaf: 22).

Al-Kindi memiliki buku kecil tentang obat duka yang berjudul Kiat Melawan Kesedihan. Dalam bukunya ini al-Kindi mendefinisi­kan tentang kesedihan, dan menjelaskan sebab-musabab kesedih­an, serta menyebutkan beberapa cara untuk melawan kesedihan. Al-Kindi mendefinisikan kesedihan sebagai gangguan psikis (ne­urosis) yang terjadi karena kehilangan hal-hal yang dicintai dan yang diinginkan.

Al-Kindi menasihati, agar perbaikan dan penyembuhan jiwa dari gangguan kesedihan dilakukan secara bertahap. Pertama-tama dengan membiasakan diri melaksanakan kebiasaan terpu­ji pada hal-hal yang sepele. Kemudian meningkatkan pada tahap mendisiplinkan kebiasaan terpuji tadi pada hal-hal yang sulit, baru setelah itu meningkat ke hal-hal yang lebih sulit. Tahapan itu ber­lanjut hingga kita sampai pada hal-hal yang sangat sulit.

Lebih lanjut al-Kindi mengatakan, “Kita harus lebih sabar da­lam memperbaiki diri dalam menyembuhkan gangguan fisik. Apa­lagi penyembuhan jiwa lebih ringan dari segi biaya dan ketidak­nyamanan dibanding penyembuhan gangguan fisik. Perbaikan diri ini hanya dapat dilakukan dengan kekuatan tekad atas orang yang memperbaiki diri kita, bukan dengan obat yang dapat diminum, bukan deraan ataupun api, dan bukan pula dengan biaya uang. Te­tapi itu melalui disiplin diri dengan kebiasaan yang terpuji pada hal yang kecil atau sepele. Kemudian meningkat pada tahap pem­biasaan yang lebih besar daripada itu. Jika hal itu telah menjadi ke­biasaan, maka kita meningkat ke tahap yang lebih tinggi sehingga kita dapat membiasakan hal-hal yang lebih besar sebagaimana ke­biasaan pada hal-hal yang lebih kecil. Sebab, kebiasaan itu memu­dahkan apa yang kita bayangkan dan memudahkan kesabaran atas berbagai peristiwa kehilangan dan kepergian.

Dengan ide ini, al-Kindi telah mendahului para psikolog mo­dern yang menganut prinsip belajar, yaitu prinsip bertahap dalam mempelajari kebiasaan yang sulit. Prinsip ini telah digunakan oleh psikiater behavioristik modern dalam menyembuhkan diri dari ke­biasaan yang buruk dan dalam menyembuhkan keresahan.

Konsep Kebahagiaan Menurut al-Kindi kebahagiaan sejati bagi manusia bukanlah kenikmatan yang bersifat indrawi, duniawi, dan artifisial, tetapi berupa kenikmatan indrawi; dan mendekatkan diri kepada Allah-sehingga Dia memancarkan cahaya dan rahmat kepadanya. Wal­hasil, pada saat itu manusia merasakan kenikmatan abadi di atas segala kenikmatan indrawi yang dapat dicapai dari kenikmatan hidup duniawi.

RSS
Follow by Email
WhatsApp