Deskripsi
Buku ini mendeskripsikan beberapa hal mengenai: pertama, terjadinya perluasan makna (the expansion of meaning) terminologi santri dalam ruang publik sosial-politik Indonesia pasca-Orde Baru yang berpengaruh terhadap kemunculan tipologi santri baru. Kedua, kemunculan varian baru santri pasca-Orde Baru yang terbagi dalam empat tipologi besar yakni santri akademis, santri ideologis, santri sosiologis, dan santri politis. Ketiga, fenomena moral politik santri pasca-Orde Baru yang terbagi dalam dua bentuk, yaitu high santri dan low santri. Adapun dinamika politik santri terbagi menjadi tiga tipologi, yaitu politik kritis (critical politics), politik partisipatif (participatory politics), dan politik negosiatif (negotiative politics). Keempat, uraian produk-produk politik pendidikan kaum santri pasca-Orde Baru yang antara lain: MAN Insan Cendikia (IC); Metamorfosis IAIN ke UIN; Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003; Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD); Hari Santri Nasional (HSN); Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII); Undang-Undang Pesantren (UUP); dan peraturan-peraturan lainnya yang berimplikasi pada upaya pemajuan pendidikan Islam di Indonesia. Dan yang kelima, buku ini juga menyuguhkan sejumlah tantangan dan prospek politik santri dalam pembaruan pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Akhirnya, buku ini kian eksotis untuk dibaca karena pada satu sisi membentangkan realitas polarisasi ideologi politik pendidikan kaum santri pasca-Orde Baru ke dalam dua kutub, yakni Islamisme dan moderatisme, dengan tiga model pembaruan pendidikan Islam, yaitu salafi, tradisional, dan modern. Namun di sisi lain, kenyataan itu justru membuat pendidikan Islam lebih survive dalam situasi politik apa pun.
Ulasan
Belum ada ulasan.