KAPITA SELEKTA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA: Perspektif Asas, Teoretis, Normatif, dan Praktik Peradilan

Rp 270.000

WhatsApp

Deskripsi

Buku Kapita Selekta Perkara Tindak Pidana Korupsi Indonesia: Perspektif Asas, Teoretis, Normatif, dan Praktik Peradilan, ini diperuntukkan bagi praktisi, teoretisi, akademisi, mahasiswa Fakultas Hukum untuk para peserta Pelatihan Diklat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc.

Sebagai sebuah buku “Kapita Selekta” ada beberapa kajian tentang perkara tindak pidana korupsi, dilihat dari perspektif asas, teoretis, normatif, dan praktik peradilan. Terbagi dalam 3 (tiga) bagian, dan 8 (delapan) bab. Bagian Pertama tentang Dimensi, Panorama, dan Paradigma Perkara Tindak Pidana Korupsi; Bagian Kedua tentang Konsepsi dan Eksistensi Titik Singgung Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi dan Hukum Administrasi Negara; Bagian Ketiga tentang Pengembalian Aset (Asset Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi dan Model Ideal untuk Pemidanaan Masa Mendatang Berbasis Keadilan.

Buku ini sangat berguna bagi para bagi praktisi, teoretisi, akademisi, mahasiswa fakultas hukum baik program S-1, S-2, S-3, dan siapa saja yang tertarik dengan bidang ini.

Informasi Tambahan

Berat 800 gram
Berat Buku (gram)

350

Cetakan

1

Halaman

720

Jenis Cover

Art Carton

Jilid

Perfect Bending

Kertas Isi

Book Paper

Pengarang

Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H.

Tahun Terbit

Oktober 2024

Ukuran

15,5 x 23

ISBN

978-623-384-772-8

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN

Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H.

Ketua Mahkamah Agung RI v

H. Suharto, S.H., M.Hum.

Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non-Yudisial vii

Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H.

Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung RI ix

SEKAPUR SIRIH DARI PENULIS xi

DAFTAR ISI xv

DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN BAGAN xxiii

DAFTAR SINGKATAN xxv

BAGIAN PERTAMA

DIMENSI, PANORAMA, DAN PARADIGMA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA 1

BAB 1 PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI PERSPEKTIF ASAS, NORMATIF, DAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI-KORUPSI 2003 (UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION 2003) PASCA-RATIFIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2006 2

  1. Paradigma, Panorama, dan Pengertian Tindak Pidana Korupsi Indonesia 2

  2. Karakteristik Formulasi Tindak Pidana Korupsi Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 12

  3. Kerugian Keuangan Negara (Pasal 2, Pasal 3) 13

  4. Suap Menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b,Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d, Pasal 13) 40

  5. Penggelapan dalam Jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c) 53

  6. Pemerasan (Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, Pasal 12 huruf g) 54

  7. Perbuatan Curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h) 56

  8. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan (Pasal 12 huruf i) 57

  9. Gratifikasi (Pasal 12B jo. Pasal 12C) 57

  10. Generasi Politik Hukum Peraturan Tindak Pidana Korupsi Indonesia dalam Titian Lintasan Sejarah 59

  11. Jenis Tindak Pidana Korupsi dalam Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Anti-Korupsi 2003 71

  12. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Pejabat-pejabat Publik Nasional (Bribery of National Public Officials) 73

  13. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan di Sektor Swasta (Bribery inthe Private Sector) dan Penggelapan Kekayaan di Sektor Swasta (Embezzlement of Property in the Private Sector) 75

  1. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan Memperkaya Secara Tidak Sah (Ilicit Enrichment) 77

  2. Tindak Pidana Korupsi Memperdagangkan Pengaruh (Trading in Influence) 79

BAB 2 KONSEPSI DAN EKSISTENSI TITIK SINGGUNG MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 83

  1. Dimensi Kewenangan dan Wewenang 83

  2. Pengertian, Perbedaan Kewenangan, dan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi dan Hukum Administrasi Negara 86

  3. Dimensi Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang 94

  4. Norma Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara 104

  5. Dalam Tindak Pidana Korupsi 104

  6. Dalam Hukum Administrasi Negara 116

  7. Persinggungan Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara 120

  8. Persinggungan Terminologi/Konsep 120

  9. Persinggungan Substansi/Intensi Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang 121

  10. Persinggungan Norma yang Dituju (Normadressat) Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang 124

  11. Persinggungan Norma Perilaku yang Dikehendaki atau yang Tidak Dikehendaki (Normgedrag) Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang 125

  12. Problematika Titik Singgung Kewenangan Mengadili Menyalahgunakan Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang dari Kajian Perspektif Pandangan Doktrina/Akademisi, Praktik Peradilan serta Perspektif Peraturan Perundang-undangan 128

  13. Perspektif Pandangan Doktrina/Akademisi dan Praktik Peradilan 128

  14. Perspektif Peraturan Perundang-undangan 135

  15. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jis Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 136

  16. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 137

  17. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 142

  18. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 146

  19. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 151

  20. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 04 Tahun 2015 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 155

BAB 3 HUKUM PEMBUKTIAN DAN LIMITASI ALAT BUKTI DALAM PRAKTIK PERADILAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA 162

  1. Pengertian Pembuktian dan Hukum Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana 162

  2. Teori-teori tentang Sistem Pembuktian dalam Perkara Pidana dari Perspektif Normatif dan Praktik Peradilan 173

  3. Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie) 174

  4. Sistem Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim (Conviction Intime/Conviction Raisonce) 176

  5. Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie) 177

  6. Formulasi dan Penerapan Teori Pembalikan Beban Pembuktian dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi 181

  7. Teori Pembalikan Beban Pembuktian (Omkering van het Bewijslast atau Shifting of Burden of Proof/Onus of Proof) 181

  8. Teori Pembalikan Beban Pembuktian Keseimbangan Kemungkinan (Balanced Probability of Principles) dalam Tindak Pidana Korupsi 186

  9. Pembalikan Beban Pembuktian dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 190

  10. Pembalikan Beban Pembuktian dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti-Korupsi 2003 Sesuai Ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 200

  11. Praktik Pembalikan Beban Pembuktian di Negara Indonesia, Hong Kong, dan India 204

  12. Limitasi Alat Bukti dari Perspektif Hukum Positif Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dalam Perkara Tindak Pidana Tindak Pidana Korupsi 210

  13. Keterangan Saksi 211

  14. Keterangan Ahli 224

  15. Surat 227

  16. Petunjuk dan Perluasan Alat Bukti Petunjuk 228

  17. Keterangan Terdakwa 232

BAB 4 PRAKTIK PEMERIKSAAN PERKARA KORUPSI PADA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA 234

  1. Pelaksanaan Teknis Administrasi Secara Manual dan Elektronik Pelimpahan Perkara Tindak Pidana Korupsi serta Pelaksanaan Tata Cara Teknis Persidangan Perkara pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 234

  2. Tuntutan Pidana (Requisitoir) dan Pembelaan (Pleidooi/Clementie) dari Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum 257

  3. Tuntutan Pidana (Requisitoir) 257

  4. Pembelaan (Pleidoi) 262

  5. Putusan Hakim Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Korupsi 264

  6. Pengertian dan Jenis Putusan Hakim 264

  7. Formalitas yang Harus Termuat dalam Putusan Hakim 268

  8. Bentuk Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi 269

  9. Penjatuhan Pidana dan Pertimbangan Putusan Pemidanaan Perkara Tindak Pidana Korupsi Berbasis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 274

  10. Jenis-jenis Formulasi Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Hakim Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Korupsi 292

  11. Terhadap Orang yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi 293

  12. Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Korporasi 302

  13. Upaya Hukum dan Prosedural Terhadap Putusan Hakim pada Perkara Tindak Pidana Korupsi 304

  14. Pengertian Upaya Hukum (Rechtsmiddelen) 304

  15. Upaya Hukum Biasa (Gewone Rechtsmiddelen) 306

  16. Upaya Hukum Luar Biasa (Buitengewone Rechtsmiddelen) 332

  17. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Cassatie in het belang van het rechts) atau “Kasasi Jabatan” 332

  18. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap 334

BAGIAN KEDUA

PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PERSPEKTIF DIMENSI KEKINIAN (IUS CONSTITUTUM/IUS OPERATUM) DAN DIMENSI MASA MENDATANG (IUS CONSTITUENDUM) BERBASIS KEADILAN 339

BAB 5 PENGERTIAN, PENGATURAN, KARAKTERISTIK, DAN DOKTRIN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI 340

  1. Pengertian dan Tipologi Tindak Pidana Korporasi 340

  2. Pengaturan Tindak Pidana Korporasi dalam Perspektif Perbandingan Beberapa Negara 360

  3. Hukum Pidana Indonesia 360

  4. Hukum Pidana Australia 365

  5. Hukum Pidana Afrika Selatan 368

  6. Hukum Pidana Islandia 372

  7. Hukum Pidana China 374

  8. Karakteristik Kejahatan Korporasi dalam Panorama White Collar Crime, Transnational Organized Crime, dan Business Crime 376

  9. Doktrin dan Model Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana 393

  10. Doktrin Pertanggungjawaban Korporasi 395

  11. Model Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dikualifikasikan sebagai Pelaku Tindak Pidana Menurut Peraturan Perundangundangan Indonesia 410

BAB 6 PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF BINGKAI KEKINIAN (IUS CONSTITUTUM/ IUS OPERATUM) DAN DIMENSI MASA MENDATANG (IUS CONSTITUENDUM) BERBASIS KEADILAN 417

  1. Alas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Pemidanaan Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korupsi 417

  2. Filsafat Pemidanaan Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Normatif dan Teoretis 423

  3. Praktik Pemidanaan Korporasi Pelaku Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Bingkai Kekinian (Ius Constitutum/Ius Operatum) 431

  4. Model Ideal Pemidanaan Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Masa Mendatang (Ius Constituendum) Berbasis Keadilan 458

  5. Konstruksi Norma dan Modifikasi Penerapan Konsep Deferred Prosecution Agreement Sesuai Kultur dan Filosofis Indonesia 458

  6. Perampasan Aset Kekayaan Korporasi Melalui Non-Conviction-Based Asset Forteiture (NCB-Asset Forfeiture) 478

  7. Pendekatan Keadilan Restoratif Melalui Modifikasi Penerapan Mediasi Penal Sesuai Kultur dan Filosofis Indonesia Terhadap Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korupsi 492

BAGIAN KETIGA

PENGEMBALIAN ASET (ASSET RECOVERY) PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI BERBASIS KEADILAN 503

BAB 7 PENGEMBALIAN ASET PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA PERSPEKTIF KEKINIAN DAN PERBANDINGAN 504

  1. Terminologi, Pengertian, Urgensi, dan Kendala Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 504

  2. Sejarah Perkembangan Pengembalian Aset Pelaku dari Masa ke Masa 520

  3. Sejarah Pengembalian Aset pada Zaman Romawi 521

  4. Sejarah Pengembalian Aset Abad XIII sampai Abad XVI 522

  5. Sejarah Pengembalian Aset Abad XVII sampai Abad XVIII 522

  6. Sejarah Pengembalian Aset Abad XIX sampai Abad XX 523

  7. Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi Melalui Prosedur Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) 524

  8. Pengaturan Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Lintasan Sejarah Kebijakan Legislasi dari Perspektif Masa Kini, Masa Mendatang, dan Perbandingan 537

  9. Dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia 537

  10. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset 547

  11. Dalam Peraturan Perundang-undangan Beberapa Negara Asing 555

  12. Dalam Pelbagai Konvensi Internasional 564

BAB 8 MODEL IDEAL PENGEMBALIAN ASET (ASSET RECOVERY) PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI BERBASIS KEADILAN DI INDONESIA PADA MASA MENDATANG 570

  1. Alas Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Terhadap Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi 570

  2. Teori-teori dan Dimensi yang Berkorelasi dengan Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi 576

  3. Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti-Korupsi 2003 (United Nations Convention Against Corruption 2003) 590

  4. Model Ideal Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi 604

  5. Rekonstruksi Regulasi Terkait Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pembuatan Regulasi Undang-Undang Pengembalian Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi 604

  6. Modifikasi Penerapan Konsep Plea Bargaining System Sesuai Kultur dan Filosofis Indonesia 614

  7. Penerapan Non-Conviction-Based Asset Forteiture (NCB-Asset Forfeiture) 634

  8. Pengaturan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Sinergitas Koordinasi Antarlembaga Penegak Hukum dalam Pengembalian Aset Tindak Pidana Korupsi 644

DAFTAR RUJUKAN 651

INDEKS 679

TENTANG PENULIS 685

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “KAPITA SELEKTA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA: Perspektif Asas, Teoretis, Normatif, dan Praktik Peradilan”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda mungkin juga suka…