HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA Dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya

Rp 175.000

Ebook WhatsApp

SKU: a869ccbcbd95 Kategori:

Deskripsi

Kajian dan pembahasan buku ini tidak hanya secara teoretis tetapi juga implementasi praktik pelaksanaannya, yang dimulai dari awal berlakunya Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, sampai mekanisme penyelesaian sengketanya, jika diajukan permohonan pailit. Pembahasan posisi masing-masing kreditur dalam proses kepailitan, konsekuensi keadaan insolvensi yang parah (nilai utang jauh lebih besar dari harta kekayaan), serta beberapa alternatif penyelesaian masalah yang penulis bahas dalam beberapa bab yang berbeda.

Dalam tulisan ini penulis juga membahas mengenai masalah kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency), dan juga yang berkaitan dengan posisi  upah buruh dalam hal perusahaan di mana buruh bekerja dinyatakan pailit, dan juga masalah yang berkaitan dengan pembayaran terhadap pajak-pajak yang terutang, jika perusahaan dinyatakan pailit.

Informasi Tambahan

Berat Buku (gram)

650

Cetakan

1

Halaman

619

ISBN

978-602-422-691-6

Jenis Cover

art cover

Jilid
Kertas Isi

Book Paper

Pengarang

Dr. Susanti Adi Nugroho, M.H., S.H.

Tahun Terbit

September 2018

Ukuran

15 x 23

Daftar Isi

KATA PENGANTAR KETUA MAHKAMAH AGUNG v
KATA PENGANTAR PENULIS vii
BAB I DASAR HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA 1
A. Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia dari Masa ke Masa 1
1. Masa Sebelum Berlakunya Faillisements-verordening 2
2. Masa Berlakunya Faillisements-Verordening (Stb. 1905-217) 2
3. Undang-Undang Kepailitan Setelah Kemerdekaan 1945 3
a. Kurun Waktu Tahun 1945-1947 3
b. Kurun Waktu Tahun 1947-1998 3
c. Kurun waktu di Antara Terbitnya Perpu No. 1 Tahun 1998
dan UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan 5
d. Penyempurnaan dalam UU No. 4 Tahun 1998 8
e. Masalah dan Kendala yang Dihadapi UU No. 4 Tahun 1998 10
f. Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 12
g. Pokok-pokok Materi Baru dalam UU No. 37 Tahun 2004 13
h. Periode Berlakunya UU No. 37 Tahun 2004, Sampai Sekarang 24
B. Pengertian, Asas, dan Tujuan Hukum Kepailitan 29
1. Pengertian Pailit 29
2. Kepailitan sebagai Penyelesaian Sengketa Utang Piutang 36
3. Asas-asas Hukum Kepailitan di Indonesia 37
a. Asas Umum 37
b. Asas Khusus 40
4. Tujuan dan Prinsip-prinsip Hukum Kepailitan di Indonesia 57
a. Tujuan Hukum Kepailitan 57
b. Prinsip-prinsip Hukum Kepailitan di Indonesia 60

BAB II PEMBENTUKAN PENGADILAN NIAGA DAN PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES KEPAILITAN 71
A. Pembentukan Pengadilan Niaga 71
1. Pertimbangan dan Dasar Hukum 71
2. Pembentukan Pengadilan Niaga 74
3. Lingkup Kewenangan Pengadilan Niaga 75
a. Kompetensi Relatif Pengadilan Niaga 75
b. Pengadilan yang Berwewenang Memeriksa dan Memutus Perkara Kepailitan 76
c. Pengadilan Niaga sebagai Kompetensi Absolut 77
4. Kompetensi dan Kewenangan Lain Daripada Pengadilan Niaga 79
5. Hukum Acara yang Berlaku pada Pengadilan Niaga 83
6. Asas-asas Pengadilan Niaga 84
a. Asas Peradilan yang Adil 84
b. Asas Peradilan yang Cepat 84
c. Asas Peradilan yang Terbuka 85
d. Asas Peradilan yang Efektif 85
B. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Kepailitan 86
1. Hakim Pengadilan Niaga 86
2. Hakim Ad Hoc 86
3. Hakim Pengawas, Tugas dan Wewenang 88
a. Memastikan Terpenuhinya Asas Publisitas Secara Layak
dengan Segera Melakukan Pengumuman 91
c. Mengecualian Benda-benda Tertentu dari Aset Pailit 92
e. Memberikan Izin Kurator untuk Likuidasi Aset 94
g. Banding Terhadap Penetapan Hakim Pengawas 95
4. Panitera dan Panitera Pengganti 96
5. Juru Sita dan/atau Juru Sita Pengganti 98
6. Kurator dan Pengurus dalam Kepailitan & PKPU 99
a. Balai Harta Peninggalan 99
b. Kurator dan Pengurus 100
7. Pengurus, Pengurus Pengganti, dan Pengurus Tambahan 127
a. Tugas dan Wewenang Pengurus 129
b. Pengurus Pengganti dan Pengurus Tambahan 131
d. Pemberhentian Pengurus 134
8. Panitia Kreditur dalam Kepailitan 134
a. Panitia Kreditur Sementara 135
b. Panitia Kreditur Tetap 135
9. Pencocokan Piutang 137
10. Rapat Kreditur dan Kreditur yang Mempunyai Hak Suara 137

BAB III PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PAILIT,
DAN PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN PAILIT 139
A. Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit 139
1. Permohonan Pailit Dapat Diajukan oleh Kreditur Maupun Oleh Debitur 140
a. Permohonan Pailit dapat Diajukan oleh Debitur Sendiri (Voluntary Petition) 140
b. Faktor Kepentingan yang Wajar dalam Menjatuhkan Putusan Pailit 143
c. Kreditur sebagai Pemohon Pailit 145 Stay) 160
f. Permohonan Pailit dalam Perjanjian Kredit Sindikasi, dan Konstruksi Hukumnya 165
g. Kantor Pajak sebagai Kreditur Pemohon Pailit 174
2. Pemohonan Pailit Oleh Kejaksaan untuk Kepentingan Umum 175
3. Bank Indonesia dalam Hal Debitur Pailit Merupakan Lembaga Bank 178
4. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam Hal Debitur
Merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian 186
a. Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Perusahaan Efek 186
b. Perluasan Kewenangan Bapepam dalam Undang-Undang
Kepailitan 187
c. Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau Perusahaan
Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit 188
d. Ketentuan Pasar Modal yang Terkait dengan Kepailitan
Emiten atau Perusahaan Publik 189
5. Menteri Keuangan dalam Hal Debitur adalah Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan
Usaha Milik Negara yang Bergerak di Bidang Kepentingan
Publik 191
6. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pemohon Pailit 194
7. Kantor Pajak Sebagai Pemohon Pailit 196
B. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit (Termohon Pailit) 200
1. Debitur Perorangan Sebagai Termohon Pailit 200
2. Harta Peninggalan (Warisan) 201
3. Perkumpulan Perseroan (Holding Company) Sebagai Termohon Pailit 201
4. Kepailitan Terhadap Persekutuan Komanditer (CV) 202
5. Kedudukan Penjamin Utang (Guarantor) dalam Kepailitan 203
6. Kedudukan Hukum Personal Guarantee dalam Hal Debitur Dinyatakan Pailit 208
7. Perusahaan Badan Hukum (Korporasi) sebagai Termohon Pailit 215
8. Perkumpulan Bukan Badan Hukum (Joint Operation)
sebagai Termohon Pailit 216
9. Bank sebagai Termohon Pailit 217
10. Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
sebagai Termohon Pailit 219
11. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Termohon Pailit 220

BAB IV PERMOHONAN PAILIT DAN PROSEDUR HUKUMNYA 223
A. Proses Pengajuan Kepailitan 224
1. Pengaturan Mengenai Kepailitan dan PKPU 224
2. Permohonan Pailit 225
3. Tempat Diajukan Permohonan Pailit 227
4. Apakah Dimungkinkan Putusan Verstek dalam Perkara Kepailitan 231
5. Persyaratan Permohonan Pailit yang Sangat Sederhana 236
B. Prinsip Utang dan Batasan Nilai Pengajuan Pailit 242
1. Prinsip Utang 242
2. Batasan Nilai Pengajuan Pailit 248
C. PKPU sebagai Upaya Mencegah Kepailitan 253
1. Perlunya Pengaturan PKPU dalam Hukum Kepailitan 253
2. Rencana Perdamaian 256
3. Tangkisan Permohonan Pailit Melalui Exceptio Non Adimpleti Contractus 257
4. Lembaga Sita Jaminan sebagai Perlindungan Hukum kreditur 260
D. Upaya Hukum dan Hambatan Penyelesaian Utang Melalui Kepailitan 265
1. Upaya Hukum 265
2. Hambatan Penyelesaian Utang melalui Kepailitan 267
a. Debitur Pailit Tidak Kooperatif 267
b. Debitur Pailit Menjual/Menyembunyikan Asetnya Sebelum Dinyatakan Pailit 268
c. Kreditur yang Beriktikad Buruk, yang Menggunakan
Kepailitan sebagai Alat untuk Menagih Pembayaran Utang 268
BAB V PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU), DAN PERAN PENGURUS 271
A. Tujuan Kepailitan dan Pihak yang Dapat Mengajukan PKPU 272
1. PKPU dapat Diajukan Oleh Debitur Maupun Kreditur 272
2. Tujuan Diajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) 274
3. Perbedaan antara PKPU dan Pernyataan Pailit 276
B. Mekanisme Pemeriksaan PKPU 278
1. PKPU Dapat Dimohonkan Oleh Debitur, Maupun Oleh Kreditur 279
2. PKPU Sementara dan PKPU Tetap 283
a. PKPU Sementara 283
b. PKPU Tetap 285
3. Larangan-larangan bagi Debitur Selama Berlangsungnya PKPU 288
4. Perjanjian-perjanjian yang Telah Dibuat Debitur Sebelum Putusan PKPU 289
5. Akibat Hukum PKPU 292
6. Pencabutan dan Pengakhiran PKPU 294
C. Rencana Perdamaian 295
1. Penerimaan dan Pengesahan Rencana 298
2. Penolakan Rencana Perdamaian 300
D. Peran Pengurus dalam PKPU 301
1. Tugas dan Wewenang Pengurus dalam PKPU 302
2. Fungsi, Peran, dan Pengantian Pengurus 305

BAB VI ACTIO PAULIANA DAN PENERAPAN HUKUMNYA 309
A. Actio Pauliana dan Pembuktiannya 309
1. Actio Pauliana dalam Perkara Perdata 312
2. Actio Pauliana dalam Undang-Undang Kepailitan 313
B. Tugas Serta Peran kurator dan Akibat Hukum Actio Pauliana 319
1. Tugas Kurator dalam Melakukan Actio Pauliana 319
2. Pembuktian Adanya Kerugian Kreditur dalam Actio Pauliana 322
3. Berlakunya Syarat-syarat Pembuktian Terbalik 323
4. Akibat Hukum Actio Pauliana 326
5. Revisi Jangka waktu Actio Pauliana 328
6. Actio Pauliana dan Akibat Hukumnya sebagai Kesimpulan 329

BAB VII AKIBAT HUKUM DAN BERAKHIRNYA KEPAILITAN 333
A. Akibat Hukum Pernyataan Pailit 333
1. Berlaku Demi Hukum 335
2. Berlaku Rule of Reason 336
B. Akibat Yuridis Kepailitan 336
1. Dapat Dilakukan Kompensasi 336
2. Kontrak Timbal Balik yang Dibuat Sebelum Pailitnya Debitur 337
3. Berlaku Penangguhan Eksekusi Jaminan Utang (Stay) 338
4. Berlaku Actio Pauliana 340
5. Hibah yang Dilakukan Oleh Debitur Dapat Dibatalkan 341
6. Berlaku Sita Jaminan Atas Seluruh atau Sebagian Harta Debitur 343
7. Debitur Kehilangan Hak Mengurus 343
8. Perikatan Setelah Debitur Pailit Tidak Dapat Dibayar 344
9. Gugatan Hukum Harus Dilakukan Oleh Kurator 344
10. Proses Pengadilan Ditangguhkan atau Diambil Alih Oleh Kurator 344
11. Jika Kurator dengan Kreditur Beperkara, Maka Kurator dan
Kreditur Dapat Minta Perbuatan Hukum Debitur Dibatalkan 345
12. Debitur dan Kreditur Dapat Diminta Bersumpah 346
13. Pelaksanaan Putusan Hakim Dihentikan 346
14. Semua Penyitaan Dibatalkan 346
15. Uang Paksa Tidak Diperlukan 346
16. Pelelangan yang Sedang Berjalan Dilanjutkan 347
17. Balik Nama atau Pencatatan Jaminan Utang Atas Benda Tidak Bergerak Dihentikan 347
18. Kedaluwarsa Dicegah 347
19. Transaksi Forward Dihentikan 347
20. Sewa Menyewa Dapat Dihentikan 348
21. Karyawan Dapat di PHK 348
22. Harta Bawaan Suami atau Istri yang Dinyatakan Pailit 349
23. Warisan Dapat Diterima Oleh Kurator atau Ditolak 349
24. Pembayaran Utang Sebelum Pailit Oleh Debitur Dapat
Dibatalkan (Pasal 45 UU No. 37 Tahun 2004) 350
25. Uang Hasil Penjualan Surat Berharga Dikembalikan
(Pasal 46 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004) 350
26. Pembayaran Kepada Debitur Sesudah Pernyataan Pailit
Dapat Dibatalkan 351
27. Teman Sekutu Debitur Pailit Berhak Mengkompensasi Utang Dengan Keuntungan 351
28. Hak Retensi Tidak Hilang 352
29. Debitur Pailit Dapat Disandera (Gijzeling) atau Paksa Badan 352
30. Debitur Pailit Demi Hukum Dapat Dicekal 353
31. Penyanderaan dan Pencekalan Berlaku Juga Buat Direksi 353
32. Harta Pailit Dapat Disegel 354
33. Surat-surat Kepada Debitur Pailit Dapat Dibuka Oleh Kurator 355
34. Barang-barang Berharga Milik Debitur Pailit Disimpan Oleh Kurator 355
35. Uang Tunai Harus Dibungakan 355
36. Keputusan Pailit, dan Keputusan Hakim Pengawas Bersifat Serta-Merta 355
37. Berlaku Ketentuan Pidana bagi Debitur 356
38. Debitur Pailit, Direktur dan Komisaris Perusahaan Pailit
Tidak Boleh Menjadi Direktur/Komisaris di Perusahaan Lain 358
39. Hak-hak Tertentu dari Debitur Pailit Tetap Berlaku 358
C. Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Kepailitan 359
1. Tanggung Jawab Direksi sebagai Organ Perseroan 360
2. Tanggung jawab Komisaris dalam Kepailitan Perseroan 363
3. Kepailitan dalam Perusahaan Holding Company 364
D. Peran Kurator dalam Kepailitan 365
1. Pengurusan Harta Pailit 367
3. Rencana Perdamaian (Accord) 369
E. Berakhirnya Kepailitan dan Rehabilitasi 369
1. Setelah Adanya Perdamaian (Accord), yang Telah Dihomologasi dan Berkekuatan Hukum Tetap 371
2. Kepailitan Berakhir Setelah Insolvensi dan Pembagian (Pemberesan Harta Pailit) 375
3. Pencabutan Karena Harta debitur Tidak Cukup 379
4. Putusan Pailit Dibatalkan di Tingkat Kasasi Atau Peninjauan Kembali 379
5. Akibat Kepailitan Perusahaan Publik 381
6. Rehabilitasi, Discharge dan Naturlijke Verbintennis 381

BAB VIII KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN DANUTANG PAJAK 387
A. Kedudukan Pekerja/Buruh dalam Kepailitan 388
1. Perbedaan Penafsiran “Kreditur Preferen” dalam UU Kepailitan dan UU Ketenagakerjaan 389
2. Upah Pekerja/Karyawan yang Perusahaannya Dipailitkan? 398
3. Judicial Review Terhadap Frasa “Didahulukan
Pembayarannya” dalam UU Ketenagakerjaan dan DampakHukumnya 399
a. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 67/PUU-XI/2013, Tanggal 11 September 2014 399
b. Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pekerja,Debitur Pailit dan Kurator 405
B. Kedudukan Pajak sebagai Kreditur Preferen dalam Kepailitan 406
1. Kreditur Preferan dalam Penagihan Pajak 407
2. Kreditur Preferen Undang-Undang Kepailitan vs.Undang Undang Perpajakan 408
3. Perbandingan Kreditur Preferen dalam Penagihan Pajakdengan Kreditur Preferan dalam Kepailitan? 411
4. Kedudukan Utang Pajak 413

BAB IX KEPAILITAN DALAM LINTAS BATAS NEGARA (CROSS-BORDER INSOLVENCY) 417
A. Transaksi Bisnis Internasional 419
1. Prinsip Universal dan Prinsip Teritorial dalam Hukum Kepailitan Lintas Negara 421
2. Pelaksanaan Prinsip Universal dan Prinsip Teritorial 422
b. Prinsip Teritorial 423
3. Prinsip Universal dalam Hukum Kepailitan Indonesia 427
4. Dwi Prinsip dalam Hukum Kepailitan Indonesia 431
5. Pelaksanaan Putusan Pailit Pengadilan Asing Berdasarkan Perjanjian Internasional 433
6. Pembentukan Cross-border Insolvency Agreement 436
7. Pembentukan Perjanjian Bilateral Kepailitan Lintas Batas Negara 438
a. Perjanjian dalam Ranah Kepailitan Perseorangan 438
b. Perjanjian dalam Ranah Kepailitan Badan Hukum 439
c. Perjanjian dalam Hal Adanya Klaim dari Kreditur Asing 440
B. ASEAN Cross Border Insolvency 441

BAB X KELEMAHAN UU KEPAILITAN, KEBUTUHAN UNTUK PERUBAHAN 447
A. Persyaratan Permohonan Pailit yang Sederhana, Memudahkan Pailitnya Debitur 447
B. Perlu Dilakukan Perubahan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 451
C. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Sangat Memberi Perlindungan Hukum Kepada Kreditur 452
D. Iktikad Buruk dalam Mengajukan Permohonan Pailit 454
E. Permasalahan Pihak yang dapat Mengajukan Permohonan Pailit bagi BUMN 457
F. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Belum Cukup
Memberikan Kesempatan bagi Debitur yang Beriktikad Baik untuk Melangsungkan Usahanya 459
G. UU Kepailitan Memungkinkan Diletakkannya Sita Jaminan Terhadap Sebagian atau Seluruh Kekayaan Debitur 462
H. Pernyataan Pailit Tidak Melihat Keadaan Keuangan Debitur (Insolvensy Test) 464
DAFTAR PUSTAKA 467
LAMPIRAN 477

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA Dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *